Senin, 29 June 2020 10:40 UTC
TUGAS KEMANUSIAAN. Satgas TNI di Kongo termasuk dari Yonif Para Raider 503/Mayangkara membagikan buku ke anak-anak di Desa Kashege, Kalemie Provinsi Tanganyika, Republik Demokratik Kongo, 25 Juni 2020. Foto : Satgas TNI Konga XXXIX-B RDB/MONUSCO
JATIMNET.COM, Mojokerto – TNI yang menjalani tugas kemanusiaan dan perdamaian di daerah konflik dituntut melakukan berbagai pendekatan dan menjalin komunikasi pada kelompok yang berkonflik maupun masyarakat sipil.
Seperti yang dilakukan Satgas TNI Konga XXXIX-B RDB/MONUSCO dari Batalyon Infanteri (Yonif) Para Raider 503/Mayangkara, Mojosari, Mojokerto, yang bertugas di Desa Kashege, Kalemie Provinsi Tanganyika, Republik Demokratik Kongo, Afrika Tengah.
Untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat setempat, prajurit Yonif Para Raider 503/Mayangkara mempelajari bahasa Swahili yang banyak digunakan masyarakat setempat. Sebagai alat pembantu penerjemah, mereka memanfaatkan layanan Google Translate melalui smartphone.
Dari 850 prajurit TNI yang ditugaskan di daerah setempat, 425 prajurit berasal dari Yonif Para Raider 503/Mayangkara dan sudah bertugas selama tujuh bulan sejak November 2019.
BACA JUGA: Pasukan Gerak Cepat TNI Ikut Misi Perdamaian Kongo 2019
Komandan Batalyon Yonif Para Raider 503/Mayangkara Mayor (Inf) Hadrianus Yossy S.B menceritakan bagaimana anggotanya berusaha dengan inisiatif sendiri untuk mempelajari bahasa warga setempat dengan menggunakan Google Translate. Kendati terbata-bata, mereka secara intensif melakukan komunikasi dengan warga setempat.
Terdapat tiga kelompok adat yang bertikai di daerah setempat untuk memperebutkan kekayaan alam antara lain kelompok adat Perci Kaomba, Perci Aleluya, dan Apa Napaledi di wilayah Area of Responsibility COB Kompi Bravo IndoRDB.
“Memang dari Yonif Para Raider 503 inisiatif anggota sendiri belajar bahasa Swahili untuk pendekatan sejak awal kami tiba bulan November tahun lalu. Kita bisa bahasa mereka, terbukalah akhirnya komunikasi antara kami dengan warga yang berkonflik,” katanya kepada jatimnet.com melalui jaringan seluler, Senin, 29 Juni 2020.
Dengan terjalin komunikasi yang baik dengan kelompok yang bertikai dan warga sipil, tumbuh kepercayaan terhadap TNI yang dikenal ramah.
Komunikasi yang baik sudah terjalin sejak Satgas TNI Konga XXXIX-A RDB/MONUSCO lebih dulu bertugas di sana. Karena keramahannya, prajurit TNI biasa dipanggil oleh warga setempat dengan sebutan Papa Indo untuk prajurit laki-laki dan Mama Indo untuk prajurit perempuan.
PENYERAHAN SENJATA. Satgas TNI di Kongo termasuk dari Yonif Para Raider 503/Mayangkara menerima senjata dari milisi yang bertikai di Kongo, 25 Juni 2020. Foto : Satgas TNI Konga XXXIX-A RDB/MONUSCO
BACA JUGA: Berangkat ke Kongo, Keluarga Yonif Para Raider 503 Mojokerto Melepas dengan Haru
Panggilan itu sebagai bentuk penghormatan terhadap ratusan prajurit TNI yang rela meninggalkan sanak keluarga demi mewujudkan perdamaian di daerah setempat.
“Sejak awal Satgas TNI Konga XXXIX-A RDB/MONUSCO sebenarnya komunikasi sudah mulai terjalin baik. Nah, kita perhalus lagi pertemanan menjadi lebih bersahabat dan kawan baik. Salah satunya dengan bertandang ke rumah warga tanpa membawa senjata walau memang standar pengamanan dalam berdialog maupun interaksi tetap harus dilakukan sebagai antisipasi kerawanan. Hanya saja senjata harus di luar rumah warga atau dipegang oleh ajudan, sebab kami ingin memberikan kesan tanpa senjata kami bukan ancaman, karena kita bersahabat,” kata Yossy.
Setiap prajurit Yonif Para Raider 503/Mayangkara juga ditargetkan menjalin komunikasi dengan dua orang kepala kampung yang dikunjungi. Sehingga tercapailah kegiatan Civil Military Coordination (Cimic) meliputi pelayanan kesehatan gratis, psikologi lapangan dan perpustakaan, maupun inovasi dalam pengolahan bahan makanan, cara bercocok tanam, kegitan belajar mengajar, olahraga bersama, memberi informasi cuci tangan yang benar, hingga cara menggosok gigi.
“Sebab selama ini, warga di Desa Kashege hanya mengonsumsi tepung yang diolah dengan air dan garam, jagung yang berusia tua, dan ubi-ubian yang hanya direbus begitu saja,” ucap Yossy yang juga Wakil Komandan Satgas TNI Konga XXXIX-A RDB/MONUSCO.
Yossy mengatakan tiga tugas utama mereka sebenarnya hanya melindungi warga sipil dari milisi-milisi yang tidak suka dengan pemerintah dan melindungi aset-aset PBB termasuk personel, materi, dan membantu stabilisasi pemerintah di Kongo. Namun tak bisa dipungkiri, naluri atau kebiasaan orang Indonesia secara kemanusiaan juga memberikan bantuan di luar mandat yang diberikan PBB.
Tercatat 50 persen warga beragamakan Nasrani, 30 persen beragama Islam, dan 20 persen kepercayaan. Namun prajurit berusaha menciptakan toleransi umat beragama dengan mengadakan peribadatan Natal secara bersama-sama dan menampilkan tokoh Sinterklas untuk pembagian hadiah. Bahkan saat Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, kegiatan berzakat pun dilakukan dengan pengadaan beras dan kambing.
BACA JUGA: Pasukan Tempur Bagikan Paket Sembako ke Desa Terdampak Pandemi Covid-19
“Dari situlah tersentuh dan berhasil memenangkan hati dan pikiran mereka untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan stabil di Kongo. Jika ada apa-apa, mereka langsung melaporkan ke kami bahkan sampai saat ini jumlah kriminalitas mulai menurun setiap harinya,” ujarnya.
Sementara itu, Komandan Satgas TNI Konga XXXIX-B RDB/MONUSCO Kolonel (Inf) Daniel Lumbanraja menjelaskan pada saat penyerahan 24 senjata api dan puluhan panah oleh tim Long Range Mission (LRM) Kompi Bravo Indo RDB dipimpin langsung Kapten (Inf) Nuzul Sudjatmiko kepada staf Disarmament Demobilization Reintegration (DDR) yang dihadiri Head of Office (HoO) MONUSCO wilayah Kalemie.
“Keberhasilan tim LRM merupakan bentuk pelaksanaan dari mandat PBB yaitu Protection of Civilian (POC) atau perlindungan warga sipil serta kepercayaan dari ekskombatan kepada Satgas TNI Konga XXXIX-B MONUSCO yang bekerjasama dengan tokoh adat kelompok Perci Kaomba, Perci Aleluya maupun kelompok Apa Napaledi wilayah Area of Responsibility COB Kompi Bravo IndoRDB,” kata Daniel.
Satgas TNI Konga XXXIX-B Monusco sampai saat ini telah memasuki bulan ke tujuh dalam menjalankan tugas di Kongo dan telah berhasil mengumpulkan 74 pucuk senjata terdiri dari 69 pucuk senjata api jenis AK-47, dua pucuk jenis FAL, tiga pucuk senjata rakitan, 436 butir munisi, satu buah granat tangan, 75 busur dan 80 anak panah serta 233 orang milisi.