Rabu, 22 July 2020 11:00 UTC
RAPAT PARIPURNA. Suasana rapat paripurna DPRD Jember. Faizin
JATIMNET.COM, Jember – Rapat paripurna DPRD Jember pada Rabu 22 Juli 2020 akhirnya resmi memutuskan penggunaan Hak Menyatakan Pendapat (HMP), bahwa Bupati Jember, dr Faida diberhentikan secara politik
Pasalnya seluruh anggota dari tujuh fraksi yang ada di dewan sepakat menyatakan, Bupati dr Faida melanggar sumpah jabatan sehingga layak diberhentikan.
“HMP ini berarti secara politik, bupati sudah dipecat oleh DPRD Jember. Karena kita menganggap bupati telah melanggar UU,” kata Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi usai rapat paripurna.
Meski demikian, Itqon menegaskan, putusan politik dewan ini masih harus menunggu proses selanjutnya, yakni putusan dari Mendagri. “Secara administratif, DPRD tidak bisa memecat bupati. Yang bisa memecat bupati adalah Mendagri melalui Fatwa Mahkamah Agung,” lanjut Itqon.
Karena itu, pimpinan DPRD Jember akan menyusun berkas HMP dengan cermat sebelum dikirim ke MA melalui Mendagri. Sejumlah ahli juga akan dilibatkan agar proses di MA tidak tersendat hanya karena kelengkapan berkas.
BACA JUGA: Reaktif Covid, Ketua Fraksi Nasdem Absen di Paripurna Pemakzulan Bupati Jember
“Kami tidak ingin semangat dari dewan ini ambyar hanya karena persoalan yang tidak substansial yakni pemeriksaan berkas di Mahkamah Agung (yang tidak lengkap),” jelas politikus PKB ini.
Itqon menyebut, pemberhentian bupati tetap berlanjut meski jabatannya akan berakhir beberapa bulan lagi. “Yang bisa kami lakukan, adalah langkah politik. Secara politik tidak ada lagi yang bisa kami lakukan, ini yang tertinggi,” tutur Itqon.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim menegaskan, selama belum ada keputusan pemberhentian dari Mendagri, Faida masih sah sebagai bupati dengan segala konsekuensi dan kewenangannya. Termasuk kemungkinan bupati bersedia membahas APDB 2020 yang hingga kini masih macet.
Berdasarkan aturan yang berlaku, lanjut Halim, fatwa dari MA tentang pemberhentian bupati, akan keluar paling lambat 30 hari sejak berkas masuk. Sembari menanti fatwa MA, DPRD Jember meminta agar Mendagri dan Gubernur melanjutkan proses evaluasi terhadap bupati Faida.
BACA JUGA: Pecah Kongsi Struktural NU di Pilkada Jember
“Di satu sisi, DPRD sudah menjalankan hak politiknya lewat HMP ini. Karena itu, kami meminta kepada gubernur dan mendagri untuk melakukan proses administratif, yakni didorong agar memberi sanksi kepada bupati,” tegas politikus Partai Gerindra ini.
Faida Menolak Hadir
Sementara, dalam rapat paripurna dengan agenda pengajuan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) ini sebenarnya juga mengundang Faida. Bupati perempuan pertama di Jember itu juga sebenarnya diberi kesempatan berbicara.
Namun Faida mengirimkan surat penolakan untuk datang dan meminta paripurna dilakukan secara daring. Alasan itu ditolak pimpinan dewan karena rapat paripurna secara offline sudah menjadi kesepakatan dalam Badan Musyawarah (Banmus) pekan lalu.
“Keputusan Banmus itu mengikat atas kebijakan apapun yang dilakukan oleh DPRD. Tidak bisa orang di luar paripurna ikut mengintervensi keputusan di paripurna,” jelas Itqon Syauqi, Ketua DPRD Jember.
BACA JUGA: Pilkada Jember, Pengusaha Ini Gandeng Ulama NU Putra Kiai Achmad Shiddiq
Dalam surat resminya pula, Faida menyatakan menolak hadir karena gedung DPRD Jember terletak di Kecamatan Sumbersari. Menurut Faida, kawasan ini merupakan zona merah atau daerah dengan resiko tinggi untuk penyebaran Covid-19. Alasan itu dinilai Itqon tidak logis.
“Karena sebelumnya, bupati juga hadir di LKPJ (Laporang Kerja Pertanggung Jawaban) yang digelar di Gedung DPRD Jember pada awal Juni. Lokasi dan kawasannya sama kok,” jelas Itqon.
Klaim Faida ini, dalam penelusuran Jatimnet.com nampak bertentangan dengan rilis resmi yang disampaikan anak buahnya. Pada Selasa 21 Juli 2020 malam, Pemkab Jember merilis update harian penyebaran Covid-19.
Di dalam data tersebut, tidak ada satupun kecamatan di Jember yang masuk kategori zona merah. Informasi tersebut disampaikan melalui Kepala Dinas Kominfo, Gatot Triyono selaku juru bicara Pemkab Jember