Kamis, 06 September 2018 07:00 UTC
Kholifah, jemaah haji asal Probolinggo yang menderita kanker rahim, sepulang dari ibadah haji, Rabu, 5 September 2018. FOTO: istimewa.
JATIMNET.COM, Surabaya – Musim haji telah berakhir. Selain buah tangan, para jemaah juga pulang dengan membawa cerita menarik. Termasuk pengalaman Kholifah (42) selama berada di Tanah Suci.
Baru turun dari bus, ia bergegas memasuki ruangan Mina di Asrama Haji Surabaya, Rabu, 5 September 2018 pukul 17.15 WIB. Tak tampak wajah letih, justru jemaah haji kloter 27 itu tampak begitu berseri-seri.
Saat ditemui, wanita asal Probolinggo itu menceritakan sepenggal pengalaman yang dirasakannya selama menjadi tamu Allah dan alasan di balik perasaan bahagianya.
Dimulai dari awal keberangkatannya Rabu, 25 Juli 2018. Dia terpaksa duduk di kursi roda dan didorong sang suami, Samad (47). Penyebabnya, ibu dua anak itu baru saja menjalani operasi kanker.
Mengetahui itu, adik Kholifah akhirnya mengajaknya berobat ke salah satu rumah sakit di Surabaya. Oleh dokter spesialis, ia divonis mengidap kanker rahim stadium 2A dan harus menjalani operasi serta pengangkatan rahim.
Tahapan pengobatan dijalaninya termasuk kemoterapi. Kali ketiga ia menjalani kemo, rambutnya rontok hingga akhirnya dirinya mengalami pembotakan.
“Kurang sepuluh hari berangkat haji, saya kemo lagi,” kata Kholifah, Rabu, 5 September 2018. Sebelum pulang, Kholifah dipesani sesuatu oleh dokternya, Sunyoto, untuk sesering mungkin minum air zam-zam dan menangis di Ka’bah agar segera diberikan kesembuhan.
Saran itupun dilakoninya. Dia nekat untuk tetap berangkat meski dengan kondisi seperti yang dirasakan saat itu. Ia berharap ikhtiarnya berbuah manis. Benar saja, saat keberangkatannya, ia merasa pedih dan panas di kakinya.
“Kaki itu seperti ada jarumnya, perut seperti ditusuk-tusuk. Tapi saya yakinkan sejak berangkat dari rumah, saya pasti sembuh di sana (Tanah Suci),” ungkapnya
Setibanya di Madinah, dia tak mau lagi memakai kursi roda. Ia paksakan berjalan kaki selama berada di Madinah hingga ke Mekkah.”Saya paksakan jalan kaki sampe kaki saya merah dan pedih,” ujarnya.
Samentara kursi rodanya, ia titipkan ke petugas KBIH untuk diwakafkan kepada pihak haromain. Kepada petugas, kalau penyakitnya sudah sembuh.
Selama thawaf di Mekkah, ia selalu menangis meminta diberikan kesembuhan. Begitupun saat di Hijir Ismail, meski jalannya masih tertatih-tatih menahan rasa sakit, ia rela berdesak-desakan dengan jamaah lain.
“Tiap thowaf saya menangis terus minta sembuh. Saya juga bawa air zam-zam dua botol besar saat thowaf. Di sana, air zam-zamnya juga saya buat mandi,” terang Kholifah.
Kini, Kholifah tak lagi merasakan keluhan apapun terkait penyakitnya. “Alhamdulillah, saya sudah tidak merasakan sakit sama sekali,” pungkas istri dari penjual hasil bumi ini mengakhiri ceritanya.
