Selasa, 16 March 2021 15:00 UTC
DIBAWA AMBULANS. Jenazah penghuni kos di Gang Panggreman, Kelurahan/Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto, dibawa dengan ambulans untuk dimakamkan, Senin, 15 Maret 2021. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Suami yang sempat meninggalkan jasad istrinya di kamar kos hampir 24 jam di Kota Mojokerto masih menjaminkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Rumah Sakit Gatoel, Kota Mojokerto. Sebab, ia masih belum mampu melunasi biaya pemulasaran jenazah istrinya sebesar Rp1 juta.
"Iya belum bayar Rp935 ribu, masih ninggal KTP. Kalau beliau tidak mampu, kebijakan Direktur Rumah Sakit bisa minta surat dari desa bahwa tidak mampu bayar. Tapi sampai dengan sekarang suami belum ke RS," kata Humas RS Gatoel Priyadi melalui pesan singkat, Selasa, 16 Maret 2021.
Priyadi menjelaskan kondisi sang istri saat dijemput dikosannya pada Minggu, 14 Maret 2021, sekitar pukul 15.36 WIB sudah dalam keadaan tak bernyawa. Petugas RS langsung membawa jenazah untuk dimandikan dan dikafani atas permintaan suami.
"Kemarin (Minggu) suaminya datang ke IGD, bilang istrinya sudah meninggal minta dijemput. Untuk dimandikan di RS karena tetangga tidak ada yang berani," katanya.
Peristiwa ini sempat menghebohkan warga Gang Panggreman, Kelurahan/Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto. Sang suami, Dedy Hakim Sugiharto, sempat meninggalkan jenazah istrinya di kamar kos di lingkungan setempat karena sedang mengurus lokasi pemakaman istri sirinya, Indah Kusaeni, warga Cipete, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
BACA JUGA: Suami Bingung Biaya Pemakaman, Jenazah Istri Berada di Kamar Kos Hampir 24 Jam
Indah meninggal dunia karena sakit kelenjar getah bening di kamar kos. Kemudian, Dedy meminta bantuan RS Gatoel untuk membawa jenazah istrinya dan dimandikan hingga dikafani di RS Gatoel, pada Minggu, 14 Maret 2021 lalu. Lalu jenazah dikembalikan lagi ke kamar kos. Dedy sempat meninggalkan jenazah istrinya hampir 24 jam karena masih bingung mengurus lokasi pemakaman.
Dedy saat dikonfirmasi mengakui masih memiliki tanggungan terhadap RS Gatoel sebesar Rp1 juta. Hanya saja, ia masih belum memiliki uang untuk melunasi dana pemulasaran istrinya. Padahal batas waktu toleransi pelunasan sudah terlewat, yakni Senin, 15 Maret 2021, pukul 06.00 WIB.
"Masih ada biaya yang saya harus bayar di RS Gatoel sebesar Rp1 jutaan buat biaya mandiin, sama ambulans untuk bawa istri saya ke sini (kosan). Apalagi pada saat itu saya harus melunasi rumah sakit sampai batas waktu jam enam pagi," ujarnya.
Ia mengakui sempat meninggalkan jenazah istrinya untuk mengurus lokasi pemakaman sebab istrinya bukan warga Mojokerto. Namun ia sudah memberitahu ke pemilik kos. Karena lama tak kembali dan tak bisa dihubungi, warga heboh dan menghubungi kepolisian.
"Saya sempat bilang ke Pak RT/RW soal ini, katanya saya enggak boleh tinggalkan jenazah istri saya. Tidak membahas soal dimakamkan dimana atau gimana. Tapi kalau enggak saya tinggal, siapa yang mengurusi, akhirnya saya minta tolong ke pemilik kos sampai saya dipinjami motor matic agar lebih cepat," katanya.
BACA JUGA: Razia Kos, Satpol PP Kota Mojokerto Amankan Pasangan Mesum dan Miras
Ia sengaja mengurusnya sendiri dengan alasan tak ingin membebani keluarga. "Saya sudah dewasa, jadi ini menjadi pilihan. Di lain sisi keluarga saya juga belum lama tertimpa musibah bapak saya enggak ada (meninggal)," ucap pria yang sehari-hari bekerja sebagai debt collector atau penagih utang ini.
Selain sibuk mencari ambulans untuk mengangkut jenazah istrinya, ia juga mengaku harus menyiapkan liang lahat di pemakaman panjang Losari, Kabupaten Mojokerto yang menjadi slot lahan perkuburan warga Lingkungan Penarip, Kelurahan/Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto. Dedy tercatat sebagai warga setempat.
"Kalau makam itu, saya awalnya disuruh bayar Rp2 juta oleh juru kunci karena istri saya ini orang luar. Katanya peraturannya seperti itu, lalu saya melakukan koordinasi dengan Pak RT baru bisa karena saya warga sini, lalu hanya membayar Rp500 ribu sebagai uang administrasi ke Pak RW," katanya.
Setelah mendapat kepastian area pemakaman, dirinya bergeser ke RS untuk meminjam ambulans. Namun, di saat berusaha meminjam diminta menunggu dan melakukan konfirmasi terlebih dulu. Sebab dikhawatirkan masih digunakan oleh pihak lain.
BACA JUGA: Prostitusi Online Berkedok Rumah Kos di Mojokerto, Ini Kata Warga Setempat
"Lalu saya ketemu Pak Polisi, katanya ada ambulans gratis dari PMI Kota Mojokerto, itu rasanya lega dan bersyukur," katanya.
Ia hanya berharap semoga hal ini menjadi pelajaran terhadap semuanya. Dimana dalam peristiwa ini, dia tak memiliki pemikiran untuk meminta bantuan warga maupun perangkat setempat dikarenakan enggan merepotkan berbagai pihak utamanya dalam pendanaan pemakaman.
"Saya sebenarnya enggak pingin mengungkit-ngungkit, biarkan ini menjadi pelajaran bagi diri saya secara pribadi. Doakan semoga almarhumah diberi yang terbaik," katanya.
Terpisah, Lurah Kranggan, Rochan, menepis pengakuan Dedy yang mengatakan jika perangkat setempat tak membantu atau memberikan solusi pemakaman.
"Perangkat lingkungan justru kebingungan, dia pergi enggak ngasi (beri) tahu. Terus dihubungi Pak RT, tapi teleponnya mati. Akhirnya mereka menghubungi kepolisian sebab warga resah jenazah dibiarkan sendirian," katanya.
Rochan menjelaskan terkait prosedur pemakaman ada di masing-masing tingkat RW dan RT setiap lingkungan dan ada tarikan iuran kematian yang dikelola setiap RT.
"Bukan di kelurahan, melainkan di tingkat paling dasar. Makanya di tiap RT ada iuran kematian gunanya untuk itu. Sedangkan Dedy warga Lingkungan Penarip. Hanya memang setahun kos di Panggreman ini dan dia mengaku cuman bayar ke RW di Penarip uang kematian sebesar Rp500 ribu, lalu gali kubur Rp400 ribu. Ambulans dan makam gratis," katanya.