Senin, 26 August 2019 10:56 UTC
TAK MAU DIKEBIRI. Terpidana M Aris (baju kotak merah) saat ditemui di Lapas Klas II B Mojokerto, Senin 26 Agustus 2019. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Terpidana kasus asusila terhadap sembilan anak perempuan di bawah umum, M Aris (20) mengaku lebih baik dihukum mati daripada dieksekusi hukuman kebiri kimia.
Warga Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto, ini sebelumnya divonis Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, hukuman pidana 12 tahun, denda Rp 100 juta, dan hukuman tambahan kebiri kimia.
Vonis hukuman pidana tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Terpidana Kebiri Berencana Usulkan PK
Aris merasa hukuman yang dijalaninya saat ini dengan ditempatkan di sel isolasi Lapas Klas II B Mojokerto sudah setimpa.
"Saya lebih baik mati daripada dihukum kebiri kimia," katanya saat diwawancarai di Lapas Klas II B Mojokerto, Senin 26 Agustus 2019 sekitar pukul 13.40 WIB.
Aris mengaku, dirinya tidak akan melakukan upaya hukum lainnya termasuk Peninjauan Kembali (PK). “Saya siap jalani vonis hakim, asal jangan dikebiri," tuturnya.
Menurut pengakuannya, tindak asusila yang dilakukannya disebabkan ada keinginan begitu saja yang muncul di benaknya. “Saya berasa feel gitu aja pas lihat. Jadi langsung saya lakukan. Kayak kemasukan setan saya," katanya dengan kepala tertunduk.
BACA JUGA: Kejati Jatim Tunggu Terpidana Kebiri Kimia Ajukan PK
Terpisha, Jatimnet.com meminta tanggapan terhadap salah satu keluarga korban terkait putusan yang diberikan hakim kepada Aris.
Ibu salah satu korban berinisial S yang berada di wilayah Kabupaten Mojokerto mengatakan, pihak keluarga sebenarnya merasa kurang puas dengan hukuman yang dijatuhkan oleh hakim.
"Harapan kami dilumpuhkan kakinya agar tidak bisa jalan kemana-mana. Biar kami tidak khawatir lagi terus juga bisa jadi efek jera,” katanya.