Logo

Aksi Protes Tambang Galian C Mojokerto di Tengah Pandemi Lewat Seni Drama

Reporter:,Editor:

Sabtu, 31 October 2020 03:00 UTC

Aksi Protes Tambang Galian C Mojokerto di Tengah Pandemi Lewat Seni Drama

KRITIK LEWAT SENI: Seniman wujudkan protes kerusakan alam lewat pagelaran teaterikal di lahan kebun milik warga di Desa Batankrajan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto. Foto : Karin

JATIMNET.COM, Mojokerto - Sejak merebaknya Covid-19, membuat ruang gerak terbatas, termasuk di dunia hiburan seperti para seniman. Di tengah pandemi sekarang ini, yang sudah memasuki tatanan hidup era baru atau dikenal new normal, namun masih berdampak bagi warga. 

Para seniman di Mojokerto pun menunjukan aksi protesnya, diluangkan lewat teatrikal di lahan kebun milik warga di Desa Batankrajan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto. Hal itu dilakukan, karena melihat kondisi banyak alam yang rusak di wilayah Mojokerto.

Seperti galian sirtu di Mojokerto yang merupakan bukan jadi rahasia umum lagi, memasuki pergantian musim, dari kemarau ke musim hujan membuat warga khawatir. Ancaman bencana setiap tahun sudah dirasakan warga di sejumlah wilayah, utamanya di Kecamatan Jatirejo, Gondang, Pacet, hingga Ngoro yang ramai dengan penggalian sirtu baik legal maupun ilegal.

BACA JUGA: Parade Seni Budaya Surabaya, Risma: Menggerakkan Kembali Para Seniman dan Budayawan

Aksi lewat seni yang digelar pada Kamis, 29 Oktober 2020 malam sekitar pukul 19.00 WIB itu pun menjadi menarik, terasa hidup. Lantaran, pageleran seni yang diiringi alunan suara pohon bambu yang berada di lahan pekarangan warga saat diterpa angin malam semakin membuat ruh pementasan dengan judul naskah "ANU" hasil karya Bagus Mahayasa menyatu dengan alam dan bumi, semakin hidup.

Tak sampai disitu, pementasan yang dipentaskan sebanyak 25 orang seniman ini, disematkan bait-bait sebuah puisi berjudul "Sang Tanah Sujud Bumi" saat sesi terakhir pertunjukan oleh aktor bernama Kukun Triyoga sekaligus pemilik karya puisi tersebut.

Dalam pagelaran tersebut, Kukun berperan sebagai tanah yang kemudian berteriak membacakan puisi dalam kubangan lumpur yang dikelilingi properti tanaman pisang dan padi.

Pembuat naskah dan sutradara pementasan berjudul "ANU" sekaligus pengiat teater di Mojokerto, Bagus Mahayasa mengatakan, pagelaran di lahan kebun merupakan penggambaran tentang kondisi bumi yang tak lagi baik-baik saja termasuk Mojokerto yang bertebaran galian C.

BACA JUGA: Tampil di Pementasan Wayang "Gayatri Rajapatni”, Risma Baca Puisi

"Ini juga penggambaran Mojokerto, kita tau sendiri di daerah-daerah yang seharusnya menjadi daerah penyangga banyak yang di keruk secara liar, hutan-hutan digunduli. Kita miris dan prihatin. Bahasa kami melihatnya mungkin bumi atau tanah kita menangis," paparnya pada jatimnet.com, Jumat, 30 Oktober 2020 malam.

Ia menyebutkan, dirinya dan rekan-rekan seniman semakin terkungkung atau terbatasi ruang gerak berekspresi dalam menyuarakan ketimpangan dan kerusakan alam dengan adanya pandemi Covid-19 ini.

"Ruang gerak kami (seniman) terbatas bahkan tidak bisa bergerak sama sekali. Mulai dari sistem di tengah pandemi yang mengebiri para seniman, hingga kondisi alam yang tak lagi stabil dan banyaknya tanah yang digali tanpa adanya reklamasi," keluh pria yang memiliki khas rambut panjangnya.

BACA JUGA: Nasehat dalam Drama Resolusi Jihad Ingatkan Para Pejuang Tegakkan Semangat

Penggambaran kondisi Mojokerto tersirat tersebut, bahkan tersurat disetiap bait puisi yang berjudul "Sang Tanah Sujud Bumi", berikut isi puisinya :

Bumi Pertiwi sedang terluka,
tubuhnya remuk terbalut wabah Merebak, bahkan seantero Nusantara yang entah kapan penghujungnya

Bumiku semakin sesak nafasnya,
saat penghuninya merusak pepohonan dan mengali tanah tanpa melihat di sekitarnya

Ibu pertiwi adalah ibunda kita yang harus ya kita rawat bukan menghujat
Yang harus kita sayang bukan ditendang
Yang harus kita hormati bukan menggerogoti

Pohon-pohon banyak ditebang
Sungai-sungai beraroma busuk limbah
Gunung-gunung menjerit mengeluarkan amarah

Ibu Pertiwi merintih
Menatap anak cucunya saling menikam
Dan menghujam dari belakang

Saatnya kita bersujud menghujam langit dengan doa
Menundukkan kepala dan hati dengan ikhlas
Agar wabah cepat usai di Nusantara

Ibu yang melahirkan kita
Dan bumi akan menjepit saat kita tidur nanti
Sujud ku pada ibu Pertiwi