Rabu, 09 December 2020 04:20 UTC
ILUSTRASI KEKEKERASAN ABK. Ilustrator: Gilang
JATIMNET.COM, Surabaya - Laporan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyebutkan sebanyak 89 pekerja migran Indonesia (PMI) asal Jatim menjadi korban kekerasan. Jumlah itu terjadi dalam kurun waktu Tahun 2020.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani mengatakan, selama ini data yang telah dihimpun memang paling banyak permasalahan PMI terjadi pada kekerasan. Setelahnya gaji yang tidak dibayar sesuai kontrak, kemudian jam kerja melebihi batas, dan pelecehan seksual.
Benny menyampaikan, kekerasan pekerja 90 persen dialami oleh Anak Buah Kapal (ABK) yang secara ilegal. Ia menyarankan agar seluruh pekerja memperkuat diri. "Agar terhindar dari hal-hal semacam ini harus memeperkuat diri dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan, jangan ilegal,” ujar Benny, Selasa 8 Desember 2020.
Keberangkatan ilegal, kata dia, merupakan bisnis kotor yang harus diperangi. Tak ditampiknya, bisnis ini cukup menggiurkan. Seorang pengusaha bisa mendapatkan keuntungan Rp30-40 Juta dari satu PMI.
BACA JUGA: Mantan Pekerja Migran Sumbang Baju Pelindung Covid untuk PMI Jember
Sementara untuk lolos di bandara seorang PMI harus bayar Rp 3 juta meskipun biayanya ditanggung oknum sindikat. "Yang paling banyak kasusnya adalah Arab Saudi, Timur Tengah dan Malaysia,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo mengatakan, pandemi Covid-19 mengurangi pengiriman PMI ke luar negeri.
Pun demikian, ia menyebutkan, ada 68.740 PMI yang berangkat tahun ini. Rinciannya, 25.886 sebagai tenaga kerja formal dan 42.854 informal. Negara tujuan terbanyak Taiwan 31.988 orang Hongkong 23.785 Malaysia 11.662 orang.
“Pandemi ini ada instruksi dari Kementerian Tenaga Kerja untuk penghentian sementara penempatan PMI. Penempatan PMI tahun ini mencapai 17.963 orang. Yang meliputi pekerja formal 5.963 orang dan pekerja informal 12.000 orang,” ujar Himawan.
Pemprov Jatim, kata dia, akan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk PMI dengan anggaran Rp7,9 miliar. Para peserta nantinya selain dilatih juga akan mendapatkan sertifikasi kompetensi.
