Logo

WALHI Jatim: UU Lingkungan Hidup Belum Bisa Menegakkan Keadilan Ekologis

Reporter:,Editor:

Senin, 28 December 2020 06:40 UTC

WALHI Jatim: UU Lingkungan Hidup Belum Bisa Menegakkan Keadilan Ekologis

LUMPUR. Beberapa aktivis dan warga terdampak melakukan aksi pada peringatan 14 tahun semburan lumpur Sidoarjo. Foto: Baehaqi/Dokumen

JATIMNET.COM, Surabaya - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur menilai Undang-undang Lingkungan Hidup belum bisa menegakkan keadilan ekologis. 

Riset yang dilakukan terhadap persepsi publik atas kejahatan ekosida dan korporasi di Indonesia menyebut, jumlah kerusakan dan pengrusakan lingkungan hidup terjadi setiap hari dan terus meningkat. 

Riset tersebut berdasarkan adanya upaya eksploitasi lingkungan hidup dan sumber daya alam yang berujung pemusnahan sumber kehidupan. Salah satu kerusakan lingkungan yang belum mendapat perhatian serius sebagai pelanggaran hak asasi lingkungan yakni kasus lumpur Lapindo. 

"Pada 2011 lalu, Paripurna Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) memutuskan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat atas kasus Lumpur Lapindo karena masuk kategori pemusnahan lingkungan hidup yang berdampak luas bagi manusia," ujar Manajer Pembelaan Hukum Walhi Jatim Hisyam Ulum dalam keterangan resminya, Senin 28 Desember 2020.

BACA JUGA: 14 Tahun Lumpur Sidoarjo, Walhi Jatim Pertanyakan Status Kebencaan

Hanya saja, dalam Undang-undang Pengadilan HAM 26 Tahun 2000 yang menjadi bagian dari pelanggaran HAM berat, yakni kejahatan kemanusiaan dan genosida.

"Agustus 2012, Komnas HAM memutuskan bencana Lumpur Lapindo bukan pelanggaran HAM berat. Namun, Komnas HAM mengusulkan memasukkan klausul Ekosida dalam draft amandemen UU 26 Tahun 2000," kata dia. 

Padahal, menurut dia, upaya eksploitasi lingkungan hidup dan Sumber Daya Alam (SDA) ini sudah mengarah pada penghilangan sumber-sumber kehidupan hingga penghilangan hak hidup warga negara. Baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang.

Karenanya, Hisyam memandang wacana Ekosida sebagai bagian dari pelanggaran HAM berat penting dimasukkan. Sebab, ini akan menjadi bagian untuk memutus rantai impunitas atas korporasi pelaku kejahatan lingkungan hidup.

BACA JUGA: Walhi Jatim Yakin Tambang Emas Melanggar Perundangan

"Tidak bisa lagi membiarkan kejahatan terus dilindungi oleh kebijakan negara, dan bahkan selalu mendapat legitimasi dari negara, atas nama kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi," ungkapnya. 

Riset yang berlangsung Mei sampai Oktober 2020 itu menghasilkan sejumlah catatan. Sebanyak 94,3 persen responden sangat setuju dan setuju mendukung gugatan hukum atas korporasi perusak lingkungan hidup.

"Sebanyak 96,3 persen responden setuju adanya sanksi pidana terhadap korporasi pelaku kejahatan lingkungan hidup yang sudah berlangsung lama, sehingga tidak bisa dilihat kejahatan lingkungan hidup biasa," ujarnya.

Hak atas lingkungan sebagai hak asasi manusia secara eksplisit diakui dalam konstitusi Indonesia. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat.