Jumat, 18 February 2022 05:00 UTC
BONGKAR RUMAH. Pembongkaran rumah pasangan Nur Rohaini dan Sunarti di Desa Karonglo Lor, Kec. Sukorejo, Ponorogo, Rabu, 16 Februari 2022. Foto: Gayuh Satria
JATIMNET.COM, Ponorogo – Peristiwa perobohan atau pembongkaran rumah yang dilakukan oleh pasangan suami istri ketika berpisah sudah beberapa kali terjadi di Kabupaten Ponorogo sejak 2020 lalu.
Dari pengamatan jatimnet.com, telah ada lima peristiwa pembongkaran rumah yang dilakukan dari salah satu pihak suami ataupun istri. Bahkan empat peristiwa di antaranya menggunakan alat berat berupa backhoe, sedangkan satu rumah dikerjakan manual dengan menggunakan tenaga manusia.
Bahkan dua peristiwa sebelumnya terjadi pada bulan Februari ini dan berada di Kecamatan yang sama. Dua peristiwa tersebut yakni pembongkaran rumah pasangan S dan P yang ada di Desa Kedungbanteng dan satu lagi rumah pasangan Nur Rohani dan Sunarti yang berada di Desa Karanglo Lor dan sama-sama berada di Kecamatan Sukorejo.
BACA JUGA: Akibat Orang Ketiga, Istri di Ponorogo Hancurkan Rumah Seharga Ratusan Juta
Pengamat sosial, Murdianto, menerangkan jika peristiwa semacam ini menjadi suatu hal yang jadi tren di Ponorogo karena dimulai dari satu peristiwa yang kemudian menjadi viral dan selanjutnya diikuti pasangan lainnya dalam penyelesaian masalahnya.
Terlebih dengan cara pembongkaran dengan menggunakan alat berat menjadi semacam hal yang hebat atau keren jika dilihat dari sudut pandang netizen dan warga masyarakat. Sebab peristiwa semacam ini sudah pasti akan menjadi sesuatu yang viral dan menjadi sorotan masyarakat luas.
“Terlebih dalam kaidah medsos, modeling semacam ini akan menjadi acuan,” kata Murdianto, Jumat, 18 Februari 2022.
BACA JUGA: Diduga Ada Pihak Ketiga, Istri di Ponorogo Bongkar Bangunan Rumah Suaminya
Sehingga perlu adanya kontrol dan pencerahan bagi para pengguna medsos agar hal semacam ini tidak terus terulang dan menjadi satu acuan dalam penyelesaian satu masalah rumah tangga. “Perlu adanya ketahanan keluarga untuk dijaga. Terutama soal keterbukaan dan komunikasi,” ujar Murdianto.
Selain itu, ketika salah satu pihak berada di luar negeri sehingga ada keterbatasan komunikasi yang membuat mediasi juga akan berjalan alot. Sehingga sebaiknya juga perlu adanya keterlibatan satu tokoh sebagai mediator yang dipercaya oleh kedua pihak saat dilakukan mediasi.
“Sengketa seperti ini butuh orang, tokoh agama, misalnya kiai yang dipercaya kedua belah pihak sebagai mediator dan konselor,” kata Murdianto.