Logo

Tolak Tambang Liar, Tiga Warga Mojokerto Lakukan Aksi Jalan Kaki Ketemu Jokowi

Reporter:,Editor:

Rabu, 29 January 2020 05:30 UTC

Tolak Tambang Liar, Tiga Warga Mojokerto Lakukan Aksi Jalan Kaki Ketemu Jokowi

TOLAK TAMBANG: Tolak tambang liar, tiga warga Mojokerto melakukan aksi jalan kaki menuju Jakarta untuk bertemu Presiden Joko Widodo. Foto: Karin

JATIMNET.COM, Mojokerto - Tiga warga Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto yakni yakni Achmad Yani (45),  Sugiantoro (31), dan Heru Prasetyo (26) melakukan aksi jalan kaki menuju Jakarta. Aksi itu untuk memperjuangkan wisata desa yang terkena tambang galian C.

Selain itu, mereka juga minta penambangan liar di hulu sungai dari titik mata air yang ada di mojokerto selatan, khususnya Desa Lebakjabung dihentikan. Mereka berangkat sejak pukul 07.00 WIB, dan hanya bermodalkan uang receh sejumlah Rp600 ribu yang dikumpulkan warga setempat sehari sebelum keberangkatan.

"Warga sekitar memberi kami donasi uang receh totalnya dikumpulkan Rp 600.000,- untuk makan kami, selama diperjalanan," kata Yani kepada jatimnet.com, yang juga ketua Gakkopen, Rabu 29 Januari 2020.

BACA JUGA: Banyak Tambang dan Reklamasi Diduga Ilegal, LSAKP Waduk ke DPRD Jatim

Dengan membawa bendera Merah Putih mereka bertiga memiliki target dalam waktu empat hari sudah harus sampai ke Ibu Kota DKI Jakarta untuk menemui Presiden Jokowi.

"Target kami harus sampai jakarta tanggal 4 Februari nanti, kami juga sudah bawa dokumentasi yang pernah kami kirim ke gubernur. Bahkan dokumen dari pemerintah desa yang dikirim ke gubernur sampai pemerintah jajaran tingkat muspika, yang sampai saat ini masih tahapan negosiasi terus menerus," ujar Yani.

Ketiganya nekat memperjuangkan penghentian tambang galian C di desanya, lantaran khawatir imbas yang terjadi dengan adanya penambangan khususnya di aliran Sungai Selomalang. Seperti bencana banjir bandang, longsor, bahkan konflik antar warga-pun sudah tak bisa di hindari setiap harinya.

"Kami sebagai masyarakat sangat tidak menginginkan adanya tambang tersebut.  Imbasnya yang kami khawatirkan adalah bencana banjir bandang dan longsor, karena yang ditambang ini adalah hulu sungai dari titik mata air yang ada di mojokerto selatan, khususnya Desa Lebakjabung," tegasnya.

BACA JUGA: Pengelolaan Sampah Minim, TPA Liar di Mojokerto Bermunculan

Alasan lain, yakni diduga adanya aturan dari pemerintah daerah sendiri yang dianggap tumpang tindih dan tidak jelas regulasinya. Meski sudah disampaikan ke kantor Gubernur pada tanggal 20 Januari. Pemerintah sendiri terkesan berbelit, yang katanya tambang galian C itu sudah ada izinnya.

"Dalam pandangan kami izinnya itu cacat hukum belum ada PKS dari perhutani, maupun surat dari lingkungan hidup. Antara peninjaun, dengan permohonan juga selisih daripada permohonan ke gubernur beberapa waktu lalu," terangnya.

Yani mengungkapkan, sampai saat ini terdapat dua titik galian yang dijarah, baik secara manual, maupun penggunaan alat berat. Kekhawatiran semakin mereka rasakan, tatkala kawasan penggalian sudah memasuki kawasan hutan lindung setempat, dan menimbulkan konflik sosial.

"Kami sudah mempersiapkan dan memperjuangkan mata air yang ada di sana, karena itu kebutuhan kami, kebutuhan kita semua air adalah kehidupan. Kami sebagai warga mengharapkan ketentraman, dengan adanya tambang kita diadu domba dengan warga, sehingga sekat dan pertengkaran antar warga yang pro dan kontra dengan galian c setiap hari terjadi," ujarnya.

Dirinya dan warga yang kontra akan penambangan di Kawasan Hutan Lindung ini, sudah tak ingin bernegosiasi lagi. Pihaknya menginginkan penutupan tambang di hulu sungai Mojokerto.

"Kami sebagai teman-teman peduli lingkungan tadinya sudah membuat program 2020-2030, yakni menginginkan desa kami jadi desa wisata, sebab disitu ada potensi-potensi wisata. Bahkan kami juga sudah sempat membuka wisata river tubing, yang warga sendiri mengelolanya, tapi sekarang sudah hancur dirusak galian," imbuhnya.

Sebagai rakyat jelata, pihaknya hanya ingin menjaga kearifan lokal, dan menjadikannya perekonomian kerakyatan. Yang saat ini sudah dimonopoli pengusaha-pengusaha penambangan galian C. Bahkan, taman herbal yang rencananya akan menjadi salah satu program di lokasi tersebut tak bisa direalisasikan.

"Intinya kami ke Jakarta ingin segera dilakukan penutupan tambang, dan mohon adanya konseptor desa wisata sebagai pengganti pekerjaan saudara-saudara kami yang bekerja mencari batu. Jadi tidak menjarah lagi, biar jadi pengusaha kecil, seperti warung," harapnya.