Kamis, 08 April 2021 09:40 UTC
Kondisi Muhammad Keefandra Alfarizky, 2 tahun yang terus mengalami pembesaran dibagian kepala. Foto : Karin
JATIMNET.COM, Mojokerto - Batita (bayi bawah tiga tahun) di Mojokerto mengalami menderita Hidrosefalus sejak dari dalam kandungan. Ironisnya, batita diketahui bernama Muhammad Keefandra Alfarizky berusia 2 tahun itu tidak tersentuh bantuan dari pemerintah sama sekali.
Bahkan, anak tunggal dari pasangan suami istri, Achmat Mufli, 21 tahun dan Indah Sari, 20 tahun, warga Dusun Buluresik, Desa Manduro Manggunggajah, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto itu kini sangat memprihatinkan sejak lahir.
Indah Sari pun menceritakan, kepala anaknya itu membesar pasca lahir, tepatnya sejak menginjak usia empat bulan. Namun, tubuhnya berangsur kian kurus dan menyusut. Padahal awal lahir berat badan Keefandra mencapai 3 kilogram, dengan panjang lahir 50 centimeter. Bahkan, kini ukuran kepala Keefandra mencapai kisaran 30 sentimeter.
"Keluarga sudah taunya dari dokter pas di dalam kandungan usia delapan bulan. Kalau anak saya ada cairan di kepalanya, tapi baru dikasih tau keluarga ke saya pas habis lahir (22 April 2019)," ungkap Indah sembari mengganti pakaian anaknya di teras rumah kedua orangtuanya, Kamis, 8 April 2021.
Baca Juga: 13 Anak di Mojokerto Terpapar Positif Covid-19, Satu Diantaranya Masih Batita
"Awal lahir normal saja kepalanya, baru menginjak usia empat bulan mulai membesarnya. Pelan-pelan gitu," imbuh Indah sembari mengelus kepala anak pertamanya itu.
Indah menjelaskan, usai dirinya melahirkan Keefandra di Rumah Sakit Umum Daerah Prof dr Soekandar Mojosari. Pihak rumah sakit sendiri, sudah meminta dirinya dan keluarga untuk segera mengoperasi kepala Keefandra yang terdapat cairan hingga menyebabkan pembengkakan.
"Waktu udah lahir memang disuruh operasi sama dokter buat ngeluarkan cairannya. Biayanya Rp 20 juta, saya sama suami dan keluarga gak punya uang segitu. Jadi dibawa pulang," bebernya.
Lantaran, tak ada uang pihak keluarga akhirnya memilih membawa pulang balita laki-laki ini, dan melakukan pengobatan alternatif di Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto.
Baca Juga: Asyik Bermain Tanpa Ada Pengawasan, Batita di Magetan Tercebur di Sungai
Hanya saja, upaya tersebut tak membuahkan hasil sama sekali. Ukuran kepala cucu dari Mistari, 60 tahun dan Dolani, 56 tahun tetap semakin membesar dan kelopak matanya ikut membesar.
"Cuman diterapi di Bangsal saja, itu kaki-kakinya dipijat supaya mengecil kepala anak saya. Tapi ternyata gak mengecil juga, akhirnya sudah stop sekarang, tiga bulananlah," beber wanita yang sedang mengandung anak keduanya.
Ia mengaku hingga saat ini kesulitan biaya untuk meringankan sakit yang diderita anaknya secara medis. Dirinya tak menampik sangat membutuhkan uluran tangan agar bisa mengoperasi anak laki-lakinya baik dari pemerintah daerah ataupun pihak lain.
Untuk pemenuhan susu formula anaknya saja dirinya harus mengandalkan pemberian pihak puskesmas. Begitupun dengan asupan makanannya, Indah hanya bisa memberi bubur kemasan.
Baca Juga: Belum Siap Jadi Ibu, Pelajar di Mojokerto Nekat Bunuh Bayinya Sendiri
Sebab, Keefandra tak mampu menelan bubur nasi atau lontong yang dihaluskan. "Dari lahir memang gak ada bantuan sama sekali. Tapi kalau didatangi pihak puskesmas rutin, dikasih susu dan biskuit," imbuhnya.
Pihak puskesmas memang selalu rajin mengunjungi tapi hanya memberikan stok susu dan biskuit saja. Pihak puskesmas sejatinya sudah memberi instruksi agar Keefandra segera dioperasi dan memberikan arahan prosedur untuk mendapatkan perhatian bantuan dari pemerintah setempat.
Namun, Indah mengaku tak mendapat arahan sama sekali dari pihak puskesmas untuk mengurusi pengobatan si kecil. "Baru ini tadi infonya masih rencana dari Dinsos, katanya kalau dapat Basis Data Terpadu (BDT) baru bisa dirujuk ke Soetomo Surabaya. Tapi kalau gak ada yah tidak bisa katanya," imbuhnya.
Basis Data Terpadu (BDT) sendiri merupakan sistem data elektronik yang berisi nama, alamat, NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan keterangan dasar sosial ekonomi rumah tangga dan individu dari sekitar 25 juta rumah tangga di Indonesia. Hingga kini, Indah terpaksa tak bisa mengurus pengobatan dikarenakan keluarganya belum terdaftar di dalam BDT.
Lanjut dia, persyaratan BDT sangat membutuhkan berkas yang banyak. Termasuk BPJS. "BPJS kan juga butuh uang buatnya, lagi-lagi saya tidak punya biaya. Makanya sampai sekarang nggak terurus, juga saya dengar ngurusnya lama," tuturnya.
Senada dengan anak ketiganya, Mistari, 60 tahun membenarkan cucunya tak pernah mendapatkan perhatian khusus ataupun uluran tangan pemerintah daerah terkait penyakit yang diderita Keefandra. Pria yang sehari-hari bekerja serabutan ini memilih pasrah dan menerima penyakit Hidrosefalus cucunya.
"Waktu lahiran saja sudah tidak begitu ditangani dengan baik, anak saya sampai harus menunggu berjam-jam untuk operasi. Biaya lahiran saja waktu itu kalau nggak salah sampai belasan juta, terus diminta operasi cairan. Tapi nggak ada uangnya, jadi dibawa pulang, saya pasrah saja," tambah Mistari yang juga sebagai Ketua Rukun Tetangga (RT) 17 RW 04 ini.