Rabu, 22 August 2018 08:27 UTC
[]
JATIMNET.COM, Surabaya – Kebijakan Pemkot Surabaya terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP melalui jalur mitra warga diminta untuk diubah. Sebab kebijakan yang dikeluarkan Pemkot Surabaya tersebut menyebabkan sekolah swasta kekurangan murid.
Masalahnya banyak calon siswa yang lebih memilih ke sekolah negeri yang bebas biaya SPP. Sementara Pemkot Surabaya membuka PPDB melalui jalur mitra warga nyaris tanpa kuota.
Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, Isa Ansori kepada Jatimnet.com menyebutkan fakta ini bisa mengakibatkan sekolah swasta terancam tutup. “Saya melihat sekolah swasta seolah-olah menjadi pesaing bagi sekolah negeri. Harusnya sekolah swasta menjadi mitra sekolah negeri,” kata Isa Ansori, Rabu, 22 Agustus 2018.
Sementra dalam memperlakukan mitra, seharusnya pemerintah mengedepankan kebijakan kemitraan dan kerjasama. Apabila semangatnya meminimalisir siswa yang sekolah ke swasta bisa berdampak yang lebih luas. Salah satunya mandeknya proses belajar mengajar akibat kekurangan siswa di sekolah swasta.
Dia berharap pemerintah juga menjamin keberlangsungan sekolah swasta. Sekolah-sekolah swasta setingkat SMP berteriak, mereka merasa ‘dikibuli’ dalam penerimaan siswa baru.
Mantan Ketua Dewan Pendidikan Surabaya ini berharap sekolah negeri menerima siswa sesuai dengan pagu yang disesuaikan dengan kelas yang dimiliki. Menurutnya proses belajar mengajar akan terganggu jika sekolah menerima pagu yang berlebihan. “Pastinya akan kekurangan pengajar,” tegasnya.
Data yang dimiliki menyebutkan bahwa SMP negeri hanya mampu menampung sekitar 25 persen dari lulusan SD. Adapun 875 persen sisanya diperebutkan dengan SMP swasta se-Surabaya yang mencapai ratusan.
“Setelah semua merata, baru pemerintah meningkatkan kualitas, sehingga distribusi mutu pendidikan bisa merata,” terang Isa.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP 17 Agustus 1945 Surabaya, Wiwik Wahyuningsih mengatakan, persoalan sekolah swasta sudah terlanjur diterapkan regulasinya. Swasta, hanya meminta kepada Pemkot Surabaya untuk membuat kebijakan yang lebih baik tanpa merugikan pihak-pihak lain.
“Sekarang sudah diterapkan, kami tidak minta apa-apa. Saya meminta tahun ini saja , tahun depan saya harap kebijakan bisa diubah,” katanya.
Diterangkan Wiwik bahwa pihak swasta tidak mau menentang pemerintah asalkan kebijakan yang dikeluarkan tidak merugikan. “Bayangkan ada sekolah yang dulu menerima siswa 32, sekarang tinggal delapan orang. Terus gurunya mau digaji pakai apa, hal-hal seperti itu apa dipikirkan dalam menerapkan kebijakan,” aku dia.