Logo

Sekolah di Banyuwangi Wajib Terapkan Pembelajaran Responsif Gender

Ajarkan Kesetaraan Gender
Reporter:,Editor:

Senin, 17 May 2021 23:00 UTC

Sekolah di Banyuwangi Wajib Terapkan Pembelajaran Responsif Gender

RESPONSIF GENDER. Workshop pembelajaran responsif gender untuk kepala sekolah di Banyuwangi. Foto: Pemkab Banyuwangi

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyatakan kepala sekolah harus mewujudkan pembelajaran responsif gender. Hal itu untuk membangun kesadaran kesetaraan gender pada siswa.

Dia mengatakan bias gender atau sikap yang merugikan gender tertentu masih kerap nampak di kalangan masyarakat. Untuk itu, perlu penanaman paradigma kesetaraan gender untuk para pelajar agar terhindar dari sikap merendahkan gender tertentu.

"Para kepala sekolah harus menjadikan sekolahnya responsif gender, mengakomodasi kepentingan pelajar laki-laki dan perempuan secara seimbang dari aspek akses, partisipasi, dan manfaat,” kata Ipuk dalam keterangan tertulisnya, Senin, 17 Mei 2021.

BACA JUGA: Sekolah Perempuan dan Rumah Curhat Pemkab Gresik Ikuti Penilaian Anugerah Parahita Ekapraya

Kepala sekolah harus memotivasi dan mengarahkan guru untuk mewujudkan tujuan tersebut. Sekolah juga menyediakan fasilitas dengan kualitas dan kuantitas yang sama untuk pelajar laki-laki maupun perempuan.

Menurut Ipuk, hal ini sangat penting karena paradigma bias gender sebagian besar merugikan kaum perempuan. Kekerasan fisik maupun psikis hingga kemiskinan selalu lebih banyak dialami perempuan.

”Banyak riset bilang rumah tangga yang dikepalai perempuan memiliki kondisi hidup lebih buruk dibanding yang dikepalai laki-laki. Ini bukan soal kesalahan perempuan, tapi ini hasil dari konstruksi bias gender dalam keseharian yang kemudian membuat perempuan memiliki akses lebih terbatas kepada pendidikan, kesehatan, dan fasilitas publik. Ujung-ujungnya ini berakibat ke kemiskinan,” kata Ipuk.

BACA JUGA: Pentingnya UU PKS untuk Kesetaraan Gender

Anak perempuan harus bisa memasak dan harus lemah lembut, serta anak laki-laki tidak boleh menangis merupakan contoh perilaku bias gender yang kerap ditemui pada masa remaja.

Untuk menyikapi isu ini, pihaknya juga menyelenggarakan workshop untuk penyelenggara pendidikan. Setiap workshop diikuti kepala sekolah SD, SMP, dan SMA atau sederajat dari tiga kecamatan.

Workshop pertama digelar dengan peserta perwakilan dari sekolah-sekolah di Kecamatan Blimbingsari, Muncar, dan Srono. Kemudian akan dilanjutkan kecamatan-kecamatan lain.