Logo

Rifai, Penjaga Sandur Manduro yang Tak Lelah Melintasi Waktu

Reporter:,Editor:

Senin, 28 July 2025 03:00 UTC

Rifai, Penjaga Sandur Manduro yang Tak Lelah Melintasi Waktu

Penampilan seni tari topeng Sandur Manduro khas Jombang di sanggar kesenian di Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Minggu, 27 Juli 2025. Foto: Dokuman Rifai.

JATIMNET.COM, Jombang – Suara musik mengalun dari sebuah sanggar kesenian di Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Minggu, 27 Juli 2025.

Nada yang terdengar bersumber dari alat musik yang terbuat dari bamboo. Harmoni yang teripta bersahutan dengan tawa riang anak-anak di sanggar dari kelompok kesenian Sandur Manduro itu.

Di antara bunyi tersebut, Rifai (43), sang maestro Sandur Manduro memandu para pemain alat musik bambu. Pria ini juga mengarahkan, penari bertopeng yang meliukkan tubuh dengan menyesuaikan alunan musik.

Aktivitas ini merupakan latihan Sandur Manduro, yakni kesenian yang memadukan tari topeng, alunan musik bambu, dan kisah-kisah yang memiliki nilai moral mendalam.

"Setiap gerakan tari ini menyimpan cerita panjang perjalanan budaya kita. Di Jombang banyak yang tidak tahu, Sandur Manduro ini adalah saksi bisu perjalanan budaya sejak era Majapahit. Khususnya di desa kami yang masih berbahasa Madura, ini menjadi penjaga terakhir tradisi ini di Jombang," jelas usai tarian tersebut, Minggu 27 Juli 2025.

BACA: Tohpati hingga Sal Priadi Sajikan Simfoni Musik di Jazz Gunung Bromo 2025

Ia menyatakan bahwa Sandur Manduro yang tersisa memiliki keunikan, kesederhanaan dan keaslian tersendiri.

Untuk alat musik bambu hanya ada lima. Kemudian, topeng yang dipakai pemain merupakan khas Panji dari Kediri. Dengan piranti tersebut, penari kesenian ini bisa menghidupkan cerita-cerita kuno.

Sayangnya, hingga saat ini tidak banyak yang peduli dengan kesenian ini. Mereka yang masih mengingat gerakan tarian Sandur Manduro hanya segelintir orang, itu pun orang-orang tua.

"Seperti topeng ini, usianya sudah puluhan tahun tapi tetap kita pakai karena ada ceritanya. Sedangkan, Sandur Manduro seperti menjadi hantu yang terlupakan di tengah gemerlap hiburan modern," tegasnya.

Di tengah masifnya digitalisasi dan meredupnya Sandur Manduro, niat Rifai melestarikan kesenian itu tak pernah luntur.

BACA: Paguyuban Kesenian Jaranan Jombang Berharap Pemerintah Daerah Beri Pelaku Seni untuk Berwirausaha

Hingga akhirnya, 20 generasi muda aktif mendatangi  Rifai untuk belajar dan mengembangkan Sandur Manduro.

"Mereka adalah harapan kita. Kebanggaan tersendiri ketika kita mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017 sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Di sini saya seperti melihat kembali wajah para leluhur penari Sandur," ungkap Rifai.

 Meski telah mencapai banyak hal, tantangan tetap ada dalam proses pelestarian budaya tersebut. Dari sanggarnya yang sederhana itu, ia berharap alunan musik setiap denting musik bambu dan langkah tari anak-anak menjadi bukti nyata bahwa warisan budaya akan tetap hidup selama masih ada yang bersedia menjadi penerusnya.

"Kami butuh dukungan nyata. Bukan hanya ucapan, tapi tindakan konkret untuk memastikan warisan ini tetap hidup. Sandur Manduro ini bukan tentang kami, tapi tentang menjaga identitas bangsa untuk generasi mendatang," pungkas Rifai.