Logo

Rayakan Idulfitri Lebih Awal dari Pemerintah, Ini Dalil dari Pesantren Mahfilud Durror di Jember

Reporter:,Editor:

Minggu, 01 May 2022 03:40 UTC

Rayakan Idulfitri Lebih Awal dari Pemerintah, Ini Dalil dari Pesantren Mahfilud Durror di Jember

Suasana Salat Id yang digelar pada hari Minggu 1 Mei 2022 di Desa Suger, Jember.

JATIMNET.COM, Jember - Idulfitri 1 Syawal 1443 diperkirakan akan dirayakan secara bersama-sama antara pemerintah dengan Muhammadiyah dan NU pada Senin 2 Mei 2022. Namun, ribuan warga di Desa Suger, Kecamatan Jelbuk, Jember pada hari Minggu 1 Mei 2022 sudah lebih dulu merayakan lebaran dengan menggelar salat Id. 

Peserta salat Idulfitri juga ada yang berasal dari luar desa seperti Suger Kidul yang masuk wilayah Bondowoso. Mereka melaksanakan salat Id dengan mengikuti ketetapan yang dikeluarkan Pondok Pesantren Mahfilud Durror yang ada di Desa Suger. 

"Kalau di sini memang sudah biasa ada perbedaan. Besok juga masih ada warga desa sini yang akan menggelar salat id (mengikuti ketentuan pemerintah), " papar KH Ali Wafa, pimpinan pengasuh Pondok Pesantren Mahfilud Durror pada Minggu 1 Mei 2022.

Baca Juga: Berikut Perubahan Layanan Test Antigen di Stasiun Wilayah Daop 8 Saat Hari Raya Idulfitri

Pesantren Mahfilud Durror menggunakan sistem Khumasi dalam menetapkan awal puasa dan Idulfitri serta Iduladha. Sistem ini mulai diperkenalkan kepada warga desa sejak tahun 1911 oleh KH Muhammad Sholeh, pendiri pesantren yang juga kakek dari KH Ali Wafa. 

Sistem Khumasi punya rujukan ilmiah dari kitab kuning sebagaimana tradisi keilmuan di pesantren. Yakni dari Kitab Najhatul Majaalis yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman Asy-Syukuri.

Kitab tersebut terdiri dari 246 bab, yang membahas berbagai tema keislaman, tidak hanya penetapan awal puasa dan hari raya. "Kakek saya pendatang dari Madura dan beliau mempelajari kitab ini dari gurunya, Kiai Hamid di Pesantren Banyu Anyar, Madura," papar KH Ali Wafa.

Baca Juga: 14.395 WBP Diusulkan Dapat Remisi Khusus Idulfitri 2022

Secara sederhana, sistem Khumasi ini menetapkan lima hari awal Ramadan tahun ini, akan menjadi awal Ramadan tahun yang akan datang. "Dulu waktu masih kecil, saya juga tidak tahu sistem ini. Tapi setelah saya mondok di Pesantren Mambaul Ulum, Bata-Bata, Madura, saya mulai mengenal kitab yang diajarkan kakek saya ini," papar pria 62 tahun ini. 

Sistem Khumasi ini mengandalkan perhitungan atau hisab seperti penetapan awal puasa dan lebaran di ormas Muhammadiyah. Namun, secara tradisi keilmuan, pesantren ini lebih dekat ke tradisi NU.

"Kiai-kiai di pesantren lain juga tidak mempermasalahkan. Tidak ada perbedaan yang substansial. Sama-sama betulnya karena perbedaan di kalangan ulama adalah rahmat," papar KH Ali Wafa.

Baca Juga: Antisipasi Kelangkaan Saat Idulfitri, Bupati Mojokerto Sidak Kebutuhan Pokok dan SPBU

Karena melalui proses perhitungan, penetapan awal puasa dan lebaran di Pesantren Mahfilud Durror bisa dilakukan sejak awal. "Saya biasanya melakukan ijtihad dengan menghitung seksama untuk jangka waktu 8 tahun ke depan. Setelah itu saya perbarui lagi," papar KH Ali Wafa. 

Dalam jangka waktu tersebut, tidak selalu ketetapan yang dibuat pesantren berbeda dengan hasil sidang itsbat pemerintah. Dalam jangka waktu 5 tahun misalnya, ada 2 hingga 3 kali yang sama. Jikapun terjadi perbedaan, selisihnya tak sampai 1 hari. 

"Masayarakat malah senang kalau berbeda. Kadang warga sini minta, kalau bisa jangan sampai sama yai. Karena lebih enak dua kali lebaran (berbeda pelaksanaan). Tapi ya tidak bisa gitu, karena ini kan pakai perhitungan," tutur KH Ali Wafa sembari tertawa.