Jumat, 10 May 2019 06:20 UTC
Ilustrasi hutan tropis. Foto: Pixabay.com
JATIMNET.COM, Jakarta - Potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (jasling) jauh lebih besar dibandingkan pemanfaatan hasil hutan berupa kayu. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan potensi HHBK dan Jasling mencapai nilai 95 persen dibandingkan hasil hutan berupa kayu yang hanya sebesar 5 persen.
Namun, hingga kini HHBK dan jasling belum terkelola secara optimal dan belum memiliki pasar yang baik.
“HHBK Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang dapat bersaing di pasar dunia,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Hilman Nugroho dalam siaran pers yang diterima Jatimnet.com, Kamis 9 Mei 2019.
BACA JUGA: Dunia Internasional Apresiasi Penurunan Angka Deforestasi di Indonesia
HHBK seperti kopi, madu, gula aren, teh, sutera dan lain sebagainya memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Hilman mencontohkan, Indonesia memiliki jenis Kopi Robusta dan Arabica yang dapat dijumpai dari Aceh hingga Papua.
Uniknya, kopi-kopi tersebut memiliki rasa maupun warna yang berbeda-beda di setiap daerah. Selain HHBK, jasa lingkungan juga telah mulai dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan sektor wisata.
Hilman mengatakan tren saat ini menunjukkan banyak wisatawan yang lebih memilih alam yang natural dan indah sebagai lokasi rekreasi mereka. Sejalan dengan tingkat kunjungan wisata yang tinggi, maka tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan juga turut terangkat.
Ia menilai masyarakat sekitar hutan telah bergerak untuk memanfaatkan HHBK dan jasling. Pemerintah pun berusaha memfasilitasi agar potensi tersebut dapat dipertemukan dengan pasar yang tepat.
BACA JUGA: KLHK Dirikan Pusat Daur Ulang Sampah Kota Malang
“Apalagi di era Revolusi Industri 4.0 ini, kita akan dekatkan output masyarakat tersebut dengan pasar,” ujar Hilman.
Hilman mengingatkan mustahil HHBK dan jasling dapat terjadi jika pohonnya tidak ada.
“Jadi kunci dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lestari adalah penuhi dulu 5 persen kayu tadi, baru kemudian 95 persennya dapat dimanfaatkan. Saat alam telah lestari, maka kesejahteraan masyarakat pun pasti meningkat,” ujar Hilman.