Logo

PN Tolak Gugatan Class Action Warga Eks Lokalisasi Dolly Rp 270 Miliar

Reporter:

Senin, 03 September 2018 07:38 UTC

PN Tolak Gugatan Class Action Warga Eks Lokalisasi Dolly Rp 270 Miliar

Kuasa Hukum Pemkot Surabaya, Muhammad Fajar saat mendengarkan putusan hakim yang menolak gugatan class action warga Dolly-Jarak. FOTO: Fahmi Aziz.

JATIMNET.COM, Surabaya – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menolak gugatan class action tuntutan ganti rugi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya senilai Rp 270 miliar, Senin 3 September 2018.

Gugatan tersebut dilayangkan sejumlah warga Jarak-Dolly yang tergabung dalam Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independent (KOPI). Mereka menuntut Pemkot Surabaya merampas hak ekonomi warga Dolly karena tidak memberikan ganti rugi atau pengganti sumber ekonomi dan kehidupan yang layak.

Dalam amar putusannya, persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Dwi Winarko itu mempunyai dua hal yang menjadi pertimbangannya menolak gugatan pemohon.

Pertama, majelis hakim berpendapat gugatan pemohon tidak memuat usulan ganti-rugi dan tidak menyebutkan nama tim panel sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2002, tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action).

Kedua, seharusnya gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1986. Karena dilatarbelakangi konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat akibat adanya kebijakan pemerintah di dalam melaksanakan pembangunan.

Dirinci pada pasal 53 ayat 1, menyebutkan bahwa sesorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang.

Isinya tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

“Menyatakan gugatan pemohon tidak perlu dipertimbangkan lagi dan tidak dapat diterima,” ujar Dwi Winarko. Penggugat juga dikenakan hukuman untuk membayar biaya perkara sesuai dalam amar putusan.

Ditemui usai sidang, kuasa hukum Pemkot Surabaya Muhammad Fajar mengatakan, putusan hakim sudah tepat. Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action).

Fajar juga menegaskan pihaknya siap bila ternyata penggugat jadi mengajukan lewat PTUN. “Kita siap-siap saja,” tandasnya

Sementara itu, salah seorang kuasa hukum penggugat Naen Soeryono mengatakan, pertimbangan hakim itu tidak sesuai dengan peraturan. Sebab gugatan yang diajukan ke PTUN harus sesuai dengan jangka waktu 90 hari. Terhitung sejak dikeluarkannya suatu kebijakan, sebagaimana pada UU No. 5 Tahun 1986 Pasal 55.

“Melihat hal ini (perkara), tidak mungkin kami menuntut lewat PTUN. Kalau dihitung jelas tidak mungkin karena kebijakan penutupan Dolly itu pada 2014 silam,” ujar Naen.

Kemudian tidak lengkapnya persyaratan gugatan, menurut dia, gugatan mereka sudah memenuhi syarat. Karena sudah dicantumkan kelompok-kelompok yang mengajukan gugatan di dalam hal ini adalah warga negara dari yang terdampak usai pasca penutupan Dolly.