Logo

Penyintas AIDS Didorong Lebih Terbuka

Reporter:,Editor:

Minggu, 01 December 2019 10:41 UTC

Penyintas AIDS Didorong Lebih Terbuka

Ilustrasi: GIlas Audi.

JATIMNET.COM, Surabaya – Anggota Jaringan Indonesia Positif Focal Point Surabaya, Setia Budiyanto memandang masih banyak perilaku diskriminatif dan stigma yang dirasakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Menurutnya stigma yang muncul karena masyarakat khawatir virus bisa menular saat terjadi kontak fisik dengan ODHA. Namun stigma tersebut bisa direduksi dengan memberi ruang kepada penyintas.

“Cara mengurangi stigma buruk dapat dilakukan secara lebih terbuka, menjelaskan tentang HIV/AIDS secara menyeluruh. Dengan begitu penerimaan orang lain lebih baik," ungkap Setia Budiyanto kepada Jatimnet.com, Minggu 1 Desember 2019.

Setia mengutip laporan dari United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) yang merupakan pendukung aksi global terhadap epidemik HIV/ AIDS.

BACA JUGA: Tiga Penyintas Kampanye dalam Peringatan Hari AIDS se Dunia

Dalam laporan yang diterbitkan tahun ini, HIV/AIDS hanya bisa menyebar melalui hubungan seksual tanpa pengaman, transfusi darah yang terkontaminasi virus, jarum suntik, dan dari ibu yang terinfeksi ke janin/anak selama masa kehamilan hingga menyusui.

Berkaitan dengan mitos dan stigma yang beredar, kontak fisik seperti keringat, air liur, bahkan berenang bersama, tidak memicu penyebaran HIV/AIDS. Selama dalam kontak sosial tidak ada pertukaran cairan tubuh di darah, sperma, air susu dan cairan vagina.

“Kampanye tentang jauhi penyakitnya, bukan orangnya, masih relevan,” lanjut dia.

BACA JUGA: Bercinta Melalui Anus Berisiko Lebih Tinggi Tertular HIV

Selain dorongan terbuka, stok obat Antiretroviral (ARV) bagi ODHA masih bermasalah. Kekosongan ketersediaan ARV kerap menjadi masalah awal November 2019.

Pegiat ARV Community Support Indonesia Aids Coalition, Mas Hamzah Muchlis misalnya. Dia menyebut hamper kehabisan ketersediaan dua jenis obat, yakni Duviral yang habis masa kedaluwarsa bulan ini dan Truvada yang habis pada Desember 2019.

“Jangan sampai ditemukan ARV yang mendekati masa kedaluwarsa,” Hamzah mengatakan kepaeda Jatimnet.com pada Senin 4 November 2019 lalu.

BACA JUGA: Penelitian Sebut Ibu dengan HIV/AIDS Bisa Menyusui dengan Aman

 

Saat itu, Hamzah melanjutkan pengadaan obat ARV jangan sampai mendekati waktu batas penggunaannya. Hal ini dilakukan, karena kebutuhan obat bagi ODHA berlangsung setiap hari.

Konsumsi obat ARV bagi ODHA dilakukan setiap hari dalam rentang waktu 12 jam atau 24 jam per hari.

Obat yang diterima dari dinas kesehatan pemerintah setempat diberikan secara gratis, tergantung tingkat pasien yang terdiri atas tiga lini, yakni lini satu hingga tiga.

“Walaupun penderita merasa sehat, bila konsumsi ARV terputus, ODHA bisa drop dan kondisinya membiru. Hal ini bisa menyerang sel darah putih karena tidak terbentengi dengan baik,” jelas Setia Budiyanto dari Jaringan Indonesia Positif.