Rabu, 12 December 2018 13:20 UTC
Ilustrator: Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya - Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya mewacanakan pembentukan peraturan daerah (Perda) tentang larangan unggas hidup masuk ke pasar.
Kepala DKPP Surabaya Joestamdji mengatakan, DKI Jakarta telah menerapkan hal tersebut. Harapannya, Surabaya juga bisa melakukan hal serupa. "Kedepan kita berharap meniru Jakarta," ujar Joestamadji saat jumpa pers di Humas Pemkot Surabaya, Rabu 12 Desember 2018.
Dengan tidak ada lagi unggas atau ayam hidup masuk pasar, maka semakin memudahkan DKKP Surabaya melakukan kontrol terhadap kehigienisan daging. Sebab, selama ini Joestamadji harus melakukan dua kali pengecekan. Yakni terhadap ayam hidup dan peredaran daging yang diperdagangkan.
BACA JUGA: RPH Surabaya Butuh Rp 5 Milliar untuk Akomodir Unggas
"Jadi nanti ada rumah pemotongannya sendiri. Masuk ke Surabaya sudah dalam bentuk daging aja," ungkapnya. Rencana itu, disebutkan Joestamadji, masih dalam kajian.
Apakah nanti diperlukan rumah potong unggas (RPU) yang diletakkan di pinggir kota, ataukah di masukkan ke rumah potong hewan (RPH). "Ini sekarang masih disiapkan. Kalau infrastruktur sudah selesai. Baru dibuatkan Perda," tuturnya.
Ia mengaku masih melakukan pembahasan bersama Perusahaan Daerah (PD) RPH seperti apa yang memungkinkan. Seandainya memang di PD RPH tidak mencukupi, bukan tak mungkin membangun baru.
Menurut DKPP Surabaya, setiap harinya dilakukan pemotongan 200 ribu ayam dengan berat perekor 1,2 kilogram rata-rata. Seluruhnya disembelih di beberapa titik, dan rata-rata di pasar tradisional.
Padahal sesuai Perda Nomor 8 Tahun 1995 pasal disebutkan bahwa setiap pemotongan unggas harus dilakukan di tempat potong yang diberi izin kepala daerah. Namun yang terjadi, banyak praktek pemotongan unggas di dalam pasar.
BACA JUGA: Surabaya Kota Terpopuler Dunia, Risma Terima Penghargaan di Guangzhou
"Kalau yang memiliki izin pemotongan unggas di PD Pasar hanya Pasar Wonokromo dan Tambak Rejo karena telah memiliki IPAL," sebut Joestamadji.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Agus Eko berharap ke depan tidak ada lagi pemotongan unggas di dalam pasar. Karena ini menyangkut kebersihan.
Limbah yang dimunculkan dari penyembelihan unggas di dalam pasar dapat menimbulkan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Belum lagi bulu dan air untuk mencuci ayam yang sudah dipotong.
"Kalau di RPH kan sudah jelas, darah mengalir ketempatnya sendiri, kemudian bulu ada tempat sendiri dan air mencuci ayam ada tempat sendiri yang dilengkapi IPAL," kata Agus.
Sebenarnya, Agus mengaku, sudah melakukan sosialisasi agar pasar yang melakukan aktivitas pemotongan unggas memiliki IPAL. Namun banyak yang mengeluh tidak punya biaya. Kendala tersebut yang selama ini menghambat.
Tapi terlepas dari DKPP dan DLH Surabaya menilai, penyembelihan unggas didalam pasar bisa mengundang berbagai penyakit. Selain dari bakteri akibat kotornya tempat, paling parah adalah flu burung.