Kamis, 18 July 2019 10:10 UTC
TOLAK REVISI: Aksi buruh dalam menolak revisi UU nomer 13 tahun 2003. Foto: Baehaqi.
JATIMNET.COM, Surabaya - Ratusan buruh kembali berdemo di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Kamis 18 Juli 2019. Para buruh dari Sidoarjo dan Gresik ini menuntut agar pemerintah membatalkan rencana revisi Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketua Konsulat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sidoarjo, Khoirul Anam menilai rencana revisi yang akan dilakukan pemerintah pusat sangat merugikan buruh. "Kami merasa revisi yang akan dilakukan tidak pernah melibatkan kaum buruh. Dan pasal-pasal atau poin terkait revisi ini hampir sebagian besar berpihak kepada pengusaha," ujar Anam.
Dari informasi yang didengar Anam, revisi undang-undang sudah masuk dalam prolegnas. Bocorannya, pasal yang akan direvisi salah satunya tentang pesangon. Di poin revisi tertuang perubahan kewajiban pengusaha dalam membayar pesangon, dari sembilan kali gaji menjadi lima kali gaji.
BACA JUGA: Pesangon Dihapus, Buruh Gresik Tolak Revisi Undang-undang Ketenagakerjaan
Kemudian yang juga akan direvisi yakni tentang syarat bagi Tenaga Kerja Asing (TKA). Rencananya yang dalam revisi tersebut TKA tidak lagi dibatasi dengan beberapa syarat ketat.
Bahkan posisi tertenu yang seharusnya haknya pekerja lokal diberikan kepada pasar. Menurut Anam, di tengah sistem tenaga kerja jauh layak, serta pengawas ketenagakerjaan yang belum maksimal, itu akan mengacaukan sistem perburuhan di tanah air.
"Kami berpendapat bahwa pemerintah saat ini pelayanan kapitalis, dan memiskinkan pekerja," urainya.
Selain itu, para buruh yang terdiri dari 24 serikat ini juga menagih hasil kesepakatan antara serikat buruh dengan Pemprov Jawa Timur saat May Day lalu.
BACA JUGA: Penelitian, Jam Kerja yang Panjang Meningkatkan Risiko Strok
Anam menyebut, dari sembilan poin kesepakatan dinilai belum ada progresnya. "Terkait hasil May Day 2019 yang sampai saat ini belum ada progres. Kami berharap segera ada progres," tuturnya.
Sembilan poin itu diantaranya:
1. Menolak Permenkes 51 tentang urun biaya dan selisih biaya.
2. Revisi Permenaket Nomor 12 Tahun 2013 tentang item Komponen Hidup Layak (KHL). Harapannya 60 item menjadi 80 item, karena dari amanat PP 78 di tahun 2020 harus ada revisi terkait item KHL tersebut.
3. Segera revisi surat edaran Makamah Agung no 3 tahun 2015 dan nomor 8 tahun 2018 tentang upah proses. Karena itu bertentangan dengan keputusan Makamah Konstitusi nomor 12/PUU tahun 2011 yang mana upah proses itu harus ada keputusan incracht.
BACA JUGA: Demonstrasi di Hong Kong Tak Pengaruhi Pekerjaan Tenaga Kerja Indonesia
4. Tentang pemeretaan UMSK tidak hanya di ring satu. Tapi juga beberapa daerah yang ada perusahaan besar, seperti Paiton, Tuban, dan Semen Gresik.
5. Terkait Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Saat ini keberadaan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja (PPJP) di Jatim ini cukup meresahkan. Karena banyak pekerja yang berada di PPJP ini tidak terlindungi jaminan haknya baik secara upah dan jaminan sosial. Kemudian magang tidak berada di Jatim. Karena magang yang ditetapkan disalahgunakan. Banyak yang justru dimanfaatkan seperti pekerja. Tidak lagi 60 persen teori, 40 persen praktik. Tapi 100 persen praktik. Begitu pun dengan penerimaan TKA harapannya yang mencari pekerjaan di Jatim minimal harus berbahasa Indonesia.
BACA JUGA: THR Bermasalah, Ratusan Buruh se-Jatim Mengadu ke LBH Surabaya
6. Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) segera dibentuk. Di Jatim ada delapan daerah yang belum membentuk bentuk BPRS.
7. Berharap gubernur segera menerbitkan surat edaran kepala daerah dan organisasi perangkat daerah untuk menekan, atau imbau perusahaan yang belum ikutkan perusahaannya BPJS segera mendaftarkannya.
8. Perbaikan tenaga pengawas.
9. Segera menjadikan jaminan pesangon dalan peraturan daerah (perda). Agar pekerja menjadi tenang.
