Selasa, 25 December 2018 07:54 UTC
Dampak tsunami di Selat Sunda. Foto: BNPB
JATIMNET.COM, Surabaya – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMB) merekomendasikan pemasangan alat pemantau (stasiun pasang surut dan atau BUOY) maupun pemantauan visual dengan penginderaan jauh di pulau sekitar Gunung Anak Krakatau.
Melalui keterangan di situs resmi PVMBG, tsunami yang terjadi di Selat Sunda Sabtu 22 Desember 2018 malam adalah kasus yang spesial dan jarang terjadi di dunia, serta masih sangat sulit untuk memperkirakan kejadian partial collapse pada suatu gunung api.
“Pemasangan alat pemantau sangat diperlukan,” demikian tertulis dalam rilis PVMBG menanggapi tsunami di Selat Sunda, Selasa 25 Desember 2018.
Badan Geologi ini juga meminta masyarakat di pesisir barat Banten dan pesisir selatan Lampung agar tetap waspada, dan untuk sementara waktu tidak beraktivitas di wilayah yang terlanda tsunami hingga kondisi memungkinkan karena hingga saat ini erupsi Gunung Anak Krakatau masih berlangsung menerus.
BACA JUGA: Tim SAR Gabungan Terus Menemukan Korban Tsunami Selat Sunda
Berdasarkan analisis PVMBG, sebelum kejadian tsunami, erupsi Anak Krakatau terjadi secara menerus sejak Juni 2018 dan berfluktuasi namun tidak ada peningkatan intensitas yang signifikan.
Tsunami yang terjadi pada 22 Desember 2018 kemungkinan besar dipicu oleh longsoran atau jatuhnya sebagian tubuh dan material G. Anak Krakatau (flank collapse) khususnya di sektor selatan dan barat daya. Masih diperlukan data tambahan dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada faktor lain yang berperan.
BACA JUGA: BMKG Pastikan Tsunami Selat Sunda Karena Anak Krakatau
Berdasarkan pengamatan stasiun pasang surut Badan Informasi Geospasial (BIG) diperoleh informasi mengenai waktu tiba dan tinggi gelombang pertama, sebagai berikut:
Di Stasiun Marina Jambu (Desa Bulakan, Kecamatan Cinangka, Serang, Banten) tiba pada pukul 21:27 WIB, dengan ketinggian 1,4 meter.
Di Stasiun Banten (Pelabuhan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten) tiba pada pukul 21:40 WIB, dengan ketinggian 0,27 meter.
Di Stasiun Kota Agung (Kecamatan Kota Agung, Tanggamus, Lampung) tiba pada pukul 21:35 WIB, dengan ketinggian 0,31 meter.
Di Stasiun Panjang (Pelabuhan Panjang, Kota Bandar Lampung, Lampung) tiba pada pukul 21:27 WIB, dengan ketinggian 0,36 meter.
Data BNPB menyebutkan, hingga Senin 24 Desember 2018 pukul 17.00 WIB, tercatat 373 orang meninggal dunia, 1.459 orang luka-luka, 128 orang hilang, dan 5.665 orang mengungsi. Sedangkan kerugian fisik akibat tsunami meliputi 681 unit rumah rusak, 69 unit hotel dan vila rusak, 420 unit perahu dan kapal rusak, 60 unit warung dan toko rusak, dan puluhan kendaraan rusak.