Rabu, 24 July 2019 11:38 UTC
DESAK PENGESAHAN: Sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil yang bergerak di isu penghapusan kekerasan seksual mendesak pengesahan RUU-PKS. Foto: Bayu.
JATIMNET.COM, Surabaya - Sebanyak 31 orang perwakilan organisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu penghapusan kekerasan seksual mendesak pemerintah dan Komisi VIII bidang agama dan sosial untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada acara Konsolidasi Jaringan Masyarakat Sipil Jawa Timur dalam Rangka Aksi Kolektif Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Hotel Ibis Style Surabaya, Rabu 23 Juli 2019.
Ketua Women Crisis Center (WCC) Savy Amira Surabaya, Siti Mazdafiah menegaskan agar pemerintah dan DPR mengesampingkan kepentingan politik kelompok dan fokus membahas RUU-PKS tanpa menghilangkan atau mengganti enam elemen kunci.
"Ada enam poin yang krusial, pertama pasal yang mengatur pencegahan terjadinya kekerasan seksual, penindakan dan pidana, pemenuhan hak korban dan hak atas pemulihan, meletakkan kewajiban negara dalam upaya penghapusan kekerasan seksual, partisipasi masyarakat dan edukasi, pemantauan terhadap pelaksanaan UU-PKS jika telah disahkan," ujar Siti kepada Jatimnet.
BACA JUGA: KPuK Malang Mendesak Sahkan RUU PKS
Siti menambahkan, masalah kekerasan seksual yang marak terjadi di Jawa Timur menunjukkan lemahnya kebijakan pemerintah sebab belum ada upaya pencegahan dan pemulihan korban kekerasan seksual yang masih hanya menjerat pelaku saja.
"Memperhitungkan masalah sebenarnya di balik kekerasan seksual di Indonesia, yang justru cenderung mempersalahkan korban dan menstigma korban, belum ada upaya pemulihan," tambahnya.
Selain itu, Siti berharap aparat penegak hukum di daerah menjalankan mandatnya untuk melindungi kelompok rentan dari kekerasan seksual.
BACA JUGA: WCC Ungkap Lemahnya Perlindungan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak
"Semoga dapat mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan seksual dengan pendekatan yang empatik dan menghargai pengalaman korban," harapnya.
Secara khusus, ia juga mengajak berbagai elemen masyarakat lainnya untuk memahami secara kritis permasalahan riil yang dihadapi korban, terutama mencegah kekerasan di lingkungan sekitarnya.