Kamis, 24 December 2020 06:20 UTC
KEBERADAAN. Bentuk Keberadaan Batu Gajah di Desa Sambirampak Kidul, Kecamatan Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo. Foto : Zulkiflie.
JATIMNET.COM, Probolinggo – Terletak sejauh sekitar 15 kilometer di ujung sebelah selatan dari Kecamatan Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo. Sebuah desa yang kini bernama Sambirampak Kidul, dulunya ternyata terkenal dengan julukan Desa Watu Gajah.
Julukan tersebut tak hanya sebatas nama saja, melainkan terdapat sebuah batu besar di desa setempat, yang bentuknya menyerupai seekor gajah. Batu gajah terletak di tengah-tengah pematang sawah, dimana jaraknya sekitar 1 kilometer dari permukiman penduduk.
Meski telah ada berpuluh-puluh tahun, namun tidak ada informasi pasti atas keberadaan batu besar menyerupai seekor gajah tersebut. Hanya saja konon ceritanya, dahulunya ada seekor banteng dan seekor gajah yang berkelahi di desa setempat.
Setelah keduanya beradu moncong, sang banteng kemudian terlempar ke arah timur yang kini menjadi Desa Selobanteng, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo. Sedangkan sang gajah, tetap berada di tempatnya atau lantas membatu di Desa Sambirampak Kidul.
BACA JUGA: Kota Probolinggo Larang Perayaan Tahun Baru dan Berlakukan Jam Operasional Tempat Usaha
Warga sekitar Rustaman mengatakan, keberadaan batu gajah sempat dikeramatkan oleh warga sekitar. Dimana warga mempercayai, apabila ada hewan yang terbang di atas batu gajah akan jatuh. Namun seiring berjalannya waktu, keberadaan batu gajah kini berubah menjadi lokasi berfoto selfie oleh warga sekitar , maupun luar desa.
“Kalo sekarang seringnya dibuat foto-foto pak, oleh warga. Ya mereka sengaja datang ke tempat ini, hanya untuk berfoto bersama batu gajah ini,” ujarnya kepada Jatimnet.com, Kamis 24 Desember 2020.
Sementara Kepala Desa Sambirampak Kidul, Junaedi Abdillah menyebutkan, dirinya tak mengetahui pasti kapan berubahnya nama Desa Batu Gajah menjadi Desa Sambirampak Kidul. Akan tetapi sepengetahuannya, julukan Desa Sambirampak Kidul sudah ada sejak tahun 1948.
“Memang sebelumnya namanya Desa Batu Gajah, jadi kemungkinan besar sebelum tahun itu perubahan nama terjadi. Karena sebelum saya lahir, sudah ada perubahan nama menjadi Desa Sambirampak Kidul,” terangnya.
BACA JUGA: 5 Ribu Bibit Mangrove Siap Tanam di Probolinggo Dirusak Orang
Junaedi menjelaskan, meski sudah ada puluhan tahun bahkan lebih, namun sampai kini belum ada penilitian atau perhatian pemerintah, atas keberadaan batu gajah tersebut. Padahal terang Junaedi, tekstur batu gajah berbeda dengan batu pada umumnya ataupun batu-batu yang ada di desa setempat.
“Material batunya beda dengan lainnya, beda dengan batu gunung dan sungai. Teksturnya tajam kayak batu karang, kalo dulu sempat ada mata airnya di bagian bawah batu. Namun karena sekarang sudah menjadi sawah, jadi mata airnya sudah tidak ada lagi,”Junaedi memungkasi.
Sekadar informasi, Desa Sambirampak Kidul secara geografis terletak di ketinggian 103 meter di atas permukaan laut. Curah hujan desa setempat adalah 350 mm/tahun, dengan luas desa 203,44 ha dengan rincian tanah sawah seluas 119,344 ha, tanah kering yang digunakan untuk ladang/ tegal memiliki luas 52,422 ha, tanah kering untuk permukiman seluas 22 ha dan sisanya tanah untuk fasilitas umum.