Sabtu, 07 October 2023 12:11 UTC
no image available
JATIMNET, Malang - Candi Sumberawan, diduga merupakan salah satu candi pertama Budha di Indonesia sebelum candi Borobudur ditemukan.Candi yang masuk cagar budaya di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu, terletak di bagian timur dari Kota Malang.
"Candi ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Jaraknya sekitar 2 kilometer dari Candi Singasari, Malang. Terletak di kaki Gunung Arjuno, candi ini merupakan candi Budha peninggalan Kerajaan Singhasari,"petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya BPCB Jawa Timur di Candi Sumberawan Ida, Sabtu (7/10/2023).
Bangunan candi ini berbentuk unik, berupa stupa ukuran besar. Stupa tersebut dibangun di atas ketinggian 650 meter di atas permukaan laut dan terbuat dari batu andesit dengan ukuran luasannya sekitar 6,25 meter dan tinggi 5,23 meter. Candi ini juga diyakini dibangun setelah Candi Borobudur.
Menuju ke lokasi candi ini tidaklah sulit. Bisa memanfaatkan sepeda motor. Sepanjang perjalanan, suasana sejuk menyambut. Kanan kiri banyak tanaman serta ladang, sehingga tidak serasa capai selama perjalanan.
Saat tiba di lokasi tujuan, kita bisa memarkir kendaraan di area parkir, kemudian kita langsung menuju membeli tiket masuk wisata Sumberawan Rp 5 ribu per orang.
Setelah membeli tiket, menuju ke arah candi, pengunjung berjalan masuk area perhutani yang biasa digunakan untuk tempat perkemahan. Selanjutnya menuju ke lokasi candi.
Setiba di area candi, pengunjung akan disambut dengan patung selamat datang. Ada dua patung, terletak di bagian kanan dan kiri.
Sebelum masuk ke area candi, pengunjung dianjurkan untuk daftar ke petugas dan menulis nama serta alamat dan tujuannya ke candi, sembari menyumbang uang seikhlasnya untuk biaya perawatan kebersihan di lingkungan candi.
Setelah memberikan uang seikhlasnya, pengunjung pun bisa leluasa untuk berkunjung menikmati suasana candi, disambut dengan hamparan taman yang beraneka ragam tanamannya. Ada yang sudah berupa pohon menjulang tinggi, ada juga beragam bunga.
Di bagian utara, ada tumpukan bekas dari stupa yang tidak ikut terbangun. Beragam batuan ditumpuk dengan rapi. Kemudian di bagian barat terdapat juga ruang meditasi, dan sumber air bernama Air Kehidupan dan Sendang Kederajatan yang biasa digunakan masyarakat untuk ritual ngalap berkah.
Di Candi Sumberawan, terkenal dengan sumber air yang tak pernah mengering. Air tersebut sangat jernih. Bahkan, banyak dimanfaatkan untuk sumber air warga.
Candi ini memiliki sumber air besar di bagian bawahnya. Untuk itu, tempat tersebut disebut sebagai sumberawan yang artinya berdiri di atas sumber. Sedangkan, rawan itu dahulu telaga atau rawa, dan setelah dirawat saat ini menjadi lebih bagus.
"Candinya berdiri di atas sumber, makanya dinamakan Candi Sumberawan. Rawan itu dulu telaga, rawa-rawa," katanya.
Di area Candi Sumberawan terdapat dua sumber mata air dari yang keluar dari dasar bangunan candi. Dua sumber mata air ini yakni, sumber mata air kehidupan untuk kesehatan, lokasinya di pojok sebelah candi, di dalamnya ada patung kura-kura. Biasanya warga yang sakit membawa jurigen atau botol untuk mengambil air di sumber kura-kura.
Minum air di sumber kehidupan ini dipercaya menjaga kesehatan tubuh. Airnya jernih dan segar.
Berbagai penyakit apapun jika minum air sumber kehidupan akan sembuh.
"Banyak warga percaya sembuh dari penyakitnya setelah minum air sumber kura-kura. Dulu ada pengunjung yang datang terkena stroke menggunakan kursi roda, beberapa minggu kemudian kesini lagi jalan kaki. Mungkin mereka yakin dan berdoa ingin sembuh, akhirnya Tuhan memberikan kesembuhan," kata Ida.
Selain sumber kura-kura, di pojok selatan ada Sendang Kederajatan. Tempat ini kerap digunakan pengunjung untuk mandi. Tak jarang, airnya pun juga sering diambil oleh pengunjung.
Ia juga menambahkan, konon katanya tempat ini menjadi jujukan para putri raja. Sumber mata air di Sendang Kederajaan dahulu kala dimanfaatkan para putri raja untuk membasuh diri.
Tak heran jika sampai saat ini, Sendang kederajatan yang berada dibawah pohon beringin tersebut, diyakini masyarakat bisa mengabulkan seluruh keinginannya. Tidak hanya masyarakat biasa atau pelaku ritual saja yang datang kesini.
Para pejabat penting, pengusaha, para caleg, bahkan Ketua Umum Partai Politik atau capres, biasanya setiap menjelang Pemilu ada juga yang datang menyempatkan diri melakukan ritual mandi dan minum air kehidupan serta melakukan semedi di lingkungan Candi Sumberawan ini. Rata-rata hajat mereka terkabulkan.
"Biasanya mereka datang malam hari. Dulu kata mbah saya dan cerita masyarakat sekitar sini, Presiden Soekarno pun juga pernah kesini. Selain Pak Karno, katanya, ada juga mantan presiden yang datang kesini, tapi tahun berapa saya tidak tahu," ungkapnya.
Menurut Ida, pengunjung yang akan datang malam hari, sebelumnya harus bilang terlebih dahulu, karena Candi Sumberawan buka mulai jam 07.30 WIB hingga jam 16.00 WIB.
Dia menjelaskan meskipun Candi Sumberawan merupakan candi agama Budha, tapi di lokasi ini, juga dimanfaatkan agama lain, baik itu agama Islam, Kristen, Khatolik, Hindu serta para penganut kepercayaan.
"Untuk ritual tergantung kebutuhannya. Candinya Budha, tapi yang menggunakan semua agama. Kalau agama Budha fokus ke candi. Setiap tahun upacara keagamaan Waisak juga di ada yang di sini. Dari seluruh agama itu, ritual utamanya menggunakan sumber air," jelasnya.
Sementara itu, Adi Susanto, salah seorang pengunjung dari Kediri mengakui jika air kehidupan Sumberawan ampuh untuk mengobati penyakit dan seluruh hajatnya dikabulkan. Dia mengaku setiap ke Sumberawan dirinya selalu mandi di Sendang dan mengambil air kehidupan untuk dibawa ke Bali pesanan saudaranya.
"Dulu saudara saya dari Bali pernah sakit seperti diganggu orang, dari medis tidak ada penyakitnya, terus saat ke Malang disarankan teman saya mandi dan minum air Sumberawan, ternyata sembuh total sampai sekarang. Karena dia meyakini, kalau airnya habis saya ya datang kesini," ucap Adi.
Selain Adi, ada juga Cece, pengusaha asal Mojokerto. Ia mengaku datang ke sini berawal dari persoalan ekonomi keluarga, kemudian dia datang ke sini untuk ngalap berkah dengan ritual mandi kembang di Sendang Derajat.
Hasilnya, usahanya lancar dan persoalan rumah tangga kembali pulih sampai dengan sekarang. "Waktu itu, sore saya ritual mandi dan malamnya memohon doa kepada Tuhan, besoknya apa yang saya minta langsung dikabulkan Tuhan saat itu juga. Makanya, saya kalau ada waktu luang atau pas ke Malang menyempatkan diri mandi ke Sendang Derajat," aku dia.
Ida kembali menambahkan, selama berjaga sekitar 20 tahun di lokasi candi ini, banyak hal unik yang dia temui. Misalnya, ada pengunjung yang sebelumnya pernah datang, kemudian datang lagi dengan membawa nasi kuning lengkap.
"Setiap bulan 1000 pengunjung yang datang. Tapi dulu sebelum ada loket masuk wisata yang dikelola perhutani, setiap bulan pengunjung bisa mencapai 2000 sampai 3000 pengunjung," ucap dia.
Dia berharap para pengunjung yang datang ke Candi Sumberawan agar menjaga sopan santun dan kebersihan di lingkungan candi, agar suasana tetap asri dan bebas dari sampah. Ida juga meminta para pengunjung untuk menjaga situs purbakala di kaki bukit Gunung Arjuna tersebut.
"Jadi pengunjung yang datang ke sini harus sopan tidak boleh sembarangan, bahkan dilarang keras naik ke atas candi. Jika ada yang kurang sopan langsung kita tegur dan kita minta keluar, dari lokasi candi,"tegas Ida.
Sementara itu, di luar pagar Candi Sumberawan, biasanya area ini digunakan untuk wisata camping para pelajar pramuka atau wisatawan lainnya. Banyaknya pepohonan membuat suasana menjadi sejuk.
Di area Sumberawan juga terdapat aliran sungai yang jernih atau bendungan yang biasanya digunakan masyarakat untuk memancing.
Jika haus, atau sekedar ingin minum kopi atau lapar sambil menikmati suasana alam pengunjung juga bisa pesan berbagai menu makanan ringan sampai makanan berat disajikan di kedai - kedai kopi milik warga yang berjajar di sekitar lokasi wisata. Harganya pun merakyat dan murah. Pokoknya tidak akan menguras duit dikantong kita.
SEJARAH CANDI SUMBERAWAN
Dilansir dari Wikipedia, hasil penelitian, Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun 1904. Pada tahun 1935 diadakan kunjungan oleh peneliti dari Dinas Purbakala.
Pada zaman Hindia Belanda pada tahun 1937 diadakan pemugaran pada bagian kaki candi, sedangkan sisanya direkonstruksi secara darurat. Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur.
Batur candi berdenah bujur sangkar, tidak memiliki tangga naik dan polos tidak berelief. Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma (bunga teratai merah), sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
Karena ada beberapa kesulitan dalam perencanaan kembali bagian teratas dari tubuh candi, maka terpaksa bagian tersebut tidak dipasang kembali. Diduga dulu pada puncaknya tidak dipasang atau dihias dengan payung atau chattra, karena sisa-sisanya tidak ditemukan sama sekali.
Candi Sumberawan tidak memiliki tangga naik ruangan di dalamnya yang biasanya digunakan untuk menyimpan reliek (benda - benda suci) Jadi, hanya bentuk luarnya saja yang berupa stupa, tetapi fungsinya tidak seperti lazimnya stupa yang sesungguhnya. Diperkirakan candi ini dahulu memang didirikannya untuk pemujaan.
Dilihat dari arsitektur bangunannya, candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran panjang 6,25 m, lebar 6,25 m, dan tinggi 5,23 m, dibangun pada ketinggian 650 m di atas permukaan laut, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Para ahli purbakala pun memperkirakan Candi Sumberawan dulunya bernama Kasurangganan, sebuah nama yang terkenal dalam kitab Negarakertagama. Tempat tersebut telah dikunjungi Hayam Wuruk pada tahun 1359 masehi, sewaktu ia mengadakan perjalanan keliling.
Dari bentuk-bentuk yang tertulis pada bagian batur dan dagoba (stupanya) dapat diperkirakan bahwa bangunan Candi Sumberawan didirikan sekitar abad 14 sampai 15 masehi yaitu pada periode Majapahit. Bentuk stupa pada Candi Sumberawan ini menunjukkan latar belakang keagamaan yang bersifat Buddhisme.