Sabtu, 11 June 2022 04:20 UTC
Prof. Mohammad Nuh
JATIMNET.COM, Surabaya - Indonesia kini memiliki lebih dari 4.500 perguruan tinggi se-Indonesia. Sayangnya, belum semua kampus tersebut memiliki kualitas yang baik dan pendaftar yang mencukupi.
Pakar pendidikan dan komunikasi yang juga Mantan Menteri Pendidikan Nasional Prof. Mohammad Nuh menyebut kampus-kampus tersebut sebagai kampus stunting.
Menurutnya, ada tiga jenis kampus. Pertama, yaitu kampus yang baru didirikan namun langsung bertemu ajalnya. Kedua, kampus stunting yang hidup enggan mati tak mau. Ketiga, kampus yang berkembang.
"Tentu kita ingin kampus di Indonesia berkembang dan bisa mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan jadi kampus stunting, atau biasa orang Jawa bilang kuntet. Karena Angka Partisipasi Kasar jumlah anak Indonesia yang berkuliah baru 30 persen, masih jutaan masyarakat yang belum berkesempatan kuliah!” kata pria yang akrab disapa Pak Nuh ini.
Baca Juga: Menuju Generasi Emas, Ini Strategi Menurunkan Angka Stunting di Kabupaten Mojokerto
Lebih lanjut, agar kampus terhindar dari kondisi stunting, ia pun membagikan beberapa tips agar kampus bisa terus meningkatkan kualitas dan memiliki jumlah mahasiswa sesuai target.
Pertama, bangun image kampus agar kampus bisa tumbuh berkembang. Dibutuhkan sebuah citra yang bagus dari kampus tersebut. Karena tak jarang, ada kampus yang kualitasnya sangat baik, tapi belum diketahui masyarakat luas.
Sebaliknya ada pula kampus yang kualitasnya kurang baik tapi populer di masyarakat karena banyak melakukan pencitraan. “Pencitraan itu baik. Namun pencitraan yang bagus harus disertai dengan substansi yang bagus pula. Hal ini juga berlaku bagi kampus, jadi antara pencitraan agar dikenal masyarakat, dan meningkatkan kualitas, harus seimbang,” ia memaparkan.
Berikutnya, tonjolkan keunikan kampus. Untuk memiliki kampus dengan jumlah mahasiswa yang banyak tak harus menjadi yang terbaik. Namun bisa dengan memiliki spesialisasi di bidang tertentu.
Baca Juga: Penanganan Stunting, Surabaya Ciptakan Generasi Emas Lewat Pemantapan Wawasan Pola Asuh Anak
Ia mencontohkan kepemimpinannya di Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, yang memiliki kampus swasta bernama Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA). Pada Juni ini saja kapasitas UNUSA sudah terisi 40 persen. Padahal kampus-kampus negeri favorit di Surabaya juga ada.
“Untuk berkompetisi, kampus dan mahasiswa tak harus menjadi yang terbaik di semua bidang. Tapi kampus anda bisa memiliki spesialisasi di bidang tertentu. Kampus juga tidak perlu membeda-bedakan status negeri dan swasta. Karena semua itu ada pasarnya masing-masing,” ia mengingatkan.
Selanjutnya, jangan berfokus banyak-banyakan mahasiswa. Jumlah mahasiswa yang banyak di suatu kampus memang menjadi harapan banyak pimpinan dan civitas akademika kampus. Banyaknya mahasiswa juga bisa jadi indikator kebesaran dan popularitas kampus.
Baca Juga: Sosialisasi Kesehatan Reproduksi dan KB untuk Cegah Stunting di Surabaya
Kendati demikian, kampus diingatkan agar tidak berfokus pada mengejar kuantitas jumlah mahasiswa. Karena kuantitas jumlah hanyalah salah satu indikator kualitas saja yaitu bersifat input base (masukan).
Kampus juga bisa besar dan populer jika kualitas lulusannya bagus dan berperan luas di masyarakat. Karena alumni menurutnya adalah juru kampanye terbaik. Semakin sukses alumni suatu kampus maka semakin mudah kampus dikenal masyarakat dan mendapatkan calon mahasiswa yang berkualitas.
“Sehingga untuk mendapatkan hasil yang maksimal, Anda bisa menggunakan outcome base (orientasi luaran). Anda boleh mencari mahasiswa dalam jumlah banyak, namun perlu diingat bahwa meningkatkan kualitas juga diperlukan. Promosi oleh alumni, jauh lebih efektif dibanding baliho,” ia menekankan.
Kemudian yang terakhir menurut Pak Nuh adalah kampus harus fokus untuk memudahkan masyarakat.
