Logo

Lunturnya Budaya Kolano Uci Sabea Tiap Ramadan di Ternate

Reporter:

Minggu, 12 May 2019 05:29 UTC

Lunturnya Budaya Kolano Uci Sabea Tiap Ramadan di Ternate

Ilustrasi.

JATIMNET.COM Ternate – Bulan Suci Ramadan di Ternate, Maluku Utara tidak lagi dimeriahkan dengan ritual tradisi Kolano Uci Sabea atau Sultan Turun Salat, karena kesultanan Ternate belum memiliki sultan defenitif setelah wafatnya Sultan Mudjafar Sjah pada 2015.

“Sejak wafatnya Sultan Mudjafar Sjah, kami tidak lagi menyaksikan ritual tradisi Kolano Uci Sabea, padahal ritual itu selalu dinantikan masyarakat saat Bulan Suci Ramadan,” kata salah satu warga adat Kesultanan Ternate, Minggu 12 Mei 2019.

Di Kesultanan Ternate sebenarnya sudah diangkat pelaksana sultan yakni Syarifuddin Sjah tetapi mendapat penolakan dari sebagian perangkat adat Kesultanan Ternate. Sebab dalam sistem pemerintahan Kesultanan Ternate berlaku sejak ratusan tahun silam tidak dikenal pelaksana sultan.

BACA JUGA: Suasana Ramadan di Masjid Cheng Hoo Surabaya

Menurutnya, ritual tradisi Kolano Uci Sabea ketika ada sultan defenitif dilaksanakan empat kali dalam setahun, tiga kali di antaranya pada Ramadan dan sekali pada Hari Raya Idul Adha.

Ritual tradisi yang suda ada di Kesultanan Ternate sejak ratusan tahun silam itu pada Bulan Ramadan dilaksanakan pada malam qunut atau 15 Ramadan, malam ela-ela atau malam turunnya lailatul qadar pada 27 Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.

Dalam ritual tradisi Kolano Uci Sabea itu menurut Ramli, sultan berangkat dari kedaton ke Masjid Kesultanan Ternate dengan cara diusung di atas tandu dikawal pasukan adat dan masyarakat disertai tabuhan gending atau gong kecil yang konon merupakan hadiah dari Sultan Gunung Jati dari Jawa.

BACA JUGA: Ngalap Berkah di Masjid Tertua di Surabaya

Setelah kembali ke kedaton dari masjid, sultan bersama permaisuri menerima ucapan selamat dari masyarakat yang sebelumnya diawali dengan ritual pembacaan doa untuk keselamatan sultan masyarakat dan daerah setempat.

Budayawan di Malut yang juga Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Malut Syahrir Muhammad mengharapkan semua pihak terkait di Kesultanan Ternate untuk duduk bersama menyatukan komitmen untuk memilih sultan pengganti almarhum Sultan Mudjafar Sjah.

Tidak adanya sultan defenitif di Kesultanan Ternate tidak saja mengakibatkan berkurangnya eksistensi Kesultanan Ternate, tetapi juga bisa menghambat upaya kelestarian budaya di Kesultanan Ternate, seperti tradisi Kolano Uci Sabea. (ant)