Minggu, 12 March 2023 23:40 UTC
Warga di Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto masih kental adanya tradisi "Nyadran" atau yang dikenal dengan pembersihan makam umum setempat. Foto: Hasan
JATIMNET.COM, Mojokerto - Warga di Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto masih kental adanya tradisi "Nyadran" atau yang dikenal dengan pembersihan makam umum setempat.
Tradisi itu terus dilestarikan setiap tahunya, beberapa masyarakat menyajikan tumpeng raksasa yang disajikan dengan lauk bandeng dan kue serabi di dalam satu wadah besar dan dijunjung oleh belasan kaum laki-laki.
Dengan membawa tumpeng setinggi 1,5 meter dengan berat 75 kilogram tersebut diarak keliling Kelurahan Blooto. Sementara tumpeng dengan ukuran kecil di bawa warga langsung ke Makam Mbah Jimat.
Setelah didoakan, masyarakat Lingkungan Kemasan yang sebelumnya sudan berkumpul kemudian memperebutkan tumpeng yang sudah diarak tersebut untuk dimakam bersama. Nyadran sendiri merupakan tradisi turun-temurun yang diwarisi oleh nenek moyang warga Lingkungan Kemasan.
Tradisi ini digelar sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas segala karunia yang diberikan untuk segenap warga Lingkungan Kemasan. Harapannya dengan kegiatan tersebut diberikan murah pangan, rejeki, keselamatan untuk warga tidak sampai kekurangan air dan tumbuhan.
Tokoh masyarakat Lingkungan Kemasan, Wahyudi mengatakan, nyadran adalah ruwah dusun yang dilakukan masyarakat Kelurahan Kemasan sejak dulu. "Tujuannya, yang pertama adalah kirim doa kepada leluhur yang sudah membuka di Lingkungan Kemasan ini," ungkapnya.
Hal tersebut dilakukan sebagai rasa syukur warga Lingkungan Kemasan. Di samping itu, Wahyudi yang juga menjabat sebagai Kepala Kelurahan ini menyebutkan, kegiatan tersebut untuk mendoakan pemimpin agar diberikan kekuatan dan kesabaran. Mulai dari tingkat kelurahan hingga Presiden.
"Tradisi nyadran ini dilaksanakan di pemakaman umum Lingkungan Kemasan yang kebetulan ada Makam Mbah Jimat yakni leluhur warga Lingkungan Kemasan yang telah berjasa babat alas di Lingkungan Kemasan. Untuk tumpeng ini, dari nasi putih, urap-urap dan lauk ikan bandeng," ujarnya.
Lauk dalam tumpeng tersebut hanya memakai ikan bandeng atau mujaer, sebab warga menyakini hal tersebut sebagai simbol kesederhanaan dan permohonan rejeki. Kedua ikan tersebut merupakan jenis ikan yang bisa bertahan di segala tempat sehingga diharapkan masyarakat bisa seperti ikan tersebut.
"Ikan itu juga banyak durinya, sehingga diharapkan dari filosofi tersebut semakin banyak rejeki kita. Sementara itu, kue yang disajikan pun hanya kue serabi. Serabi adalah kue khas yang ada di tradisi nyadran ini, serabi ini kue yang sederhana pembuatannya yang dibuat dari tepung beras," tuturnya.
Filosofinya, lanjut Wahyudi, bentuk bundar yang melambangkan kebulatan tekad untuk mencapai sesuatu dan kuah manis bermakna kejujuran. Selain itu, bentuk bulat juga dipercaya sebagai bentuk guyup rukun antar masyarakat Lingkungan Kemasan.
"Acara ini juga untuk memupuk persaudaraan dan mempererat tali silaturahim sesama warga. Dengan tumpeng yang dibawa dari rumah harus mempeng (fokus), tujuannya agar hidup di dunia, menjalankan sesuatu harus fokus," jelas Wahyudi.
Tradisi Nyadran sendiri biasanya diadakan sebulan sebelum bulan puasa atau pada tanggal 10 Rajab, atau 15, 20, dan 23 Ruwah.
Reporter: Hasan
