Logo

Ketenangan Beribadah Lintas Agama di Hutan Pinus

Reporter:,Editor:

Minggu, 13 January 2019 10:08 UTC

Ketenangan Beribadah Lintas Agama di Hutan Pinus

Wisatawan mengabadikan patung Dewi Kwan Im yang ada di dalam Hutan Pinus Antaboga, Banyuwangi. Foto-foto: Ahmad Suudi.

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Banyuwangi telah dikenal memiliki ekowisata yang luar biasa. Banyuwangi yang dulunya hanya kota transit dari Jawa ke Bali dan sebaliknya, saat ini sudah menjadi kota layak dikunjungi. 

Di Banyuwangi Barat misalnya, tepatnya di Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore terdapat wisata yang spesial. Dikatakan spesial lantaran memadukan lingkungan hijau dengan pelayanan kebutuhan keagamaan masing-masing wisatawan.

Destinasi Hutan Anantaboga, begitu papan namanya tertulis, menawarkan tempat ibadah untuk lima umat beragama, lengkap dengan mata air yang dipercaya memiliki khasiat.

“Di sini tanah tertua sebelum semua agama ada,” ujar Kadek Ariyane, salah satu penjaga wisata Hutan Anantaboga, Selasa 8 Januari 2019. Kadek juga menceritakan, konon kawasan ini merupakan tanah kawitan atau tanah permulaan, yang diyakni sebagai awal mula ada tanah di Bumi

Untuk menuju wanawisata ini cukup menempuh perjalanan 1,5 jam dengan kendaraan pribadi dari jantung kota Banyuwangi. Wisatawan akan disuguhi jalanan beraspal dan pohon yang rindang satu kilometer jelang tempat wisata yang juga disebut Antaboga. Udara segar bisa dirasakan setelah memasuki jalan yang dikepung pepohonan hijau.

Lokasinya bisa dijangkau kendaraan roda empat yang boleh parkir di depan pintu masuk, di bawah rindangnya pohon-pohon hutan. Wisatawan bisa merasakan sejuknya suasana lantaran terlindung pinus-pinus milik PT Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Banyuwangi Barat.

BACA JUGA: Masuki Masa Low Season, Banyuwangi Luncurkan Paket Wisata Murah

“Tidak boleh ada pesta, ramai-ramai, dan makan-makan besar. Pengunjung wanita yang sedang menstruasi juga tidak boleh masuk karena tempat ini suci,” ujar Kadek menjelaskan peraturan masuk Antaboga.

Di lahan seluas tiga hektare itu terdapat pura umat Hindu, patung Dewi Kwam Im, patung Bunda Maria untuk umat Katolik dan Yesus Kristus untuk Kristen, serta musala untuk umat Islam.

Ada pula beragam mata air yang berasal dari Sumber Beji. Sumber air ini dikenal untuk pengobatan, sumber pemeriksaan kesehatan, pemberi jodoh, pemberi keturunan, hingga tiga aliran air dingin, biasa dan hangat yang bertemu jadi satu di sungai.

“Kalau Anda sehat, minum ini akan terasa manis. Tapi jika sakit, airnya akan terasa pahit. Sumber Beji bisa memberikan kesembuhan asalkan yakin, sudah banyak yang membuktikan,” lanjut Kadek yang berasal dari Kuta, Bali.

Dia mengarahkan agar wisatawan yang memanfaatkan khasiat beberapa mata air untuk tetap berdoa sesuai kepercayaan masing-masing.

Di lokasi mata air Beji, pengunjung dipersilahkan minum air pancuran kecil di sebelah kiri, lalu mandi di air pancuran besar sebelah kanan. Ikan-ikan kecil kerap mengeroyok ibu jari kaki pengunjung untuk memakan kuman dan bakteri.

Di tengah semua tempat ibadah, berdiri menjulang lima pohon Apak di atas bukit, tiga diantaranya mengalami penyatuan batang. Di puncak bukit terdapat pura pemujaan kecil berpagar yang hanya boleh dimasuki orang-orang tertentu.

Di antara akar-akar Apak terdapat satu lubang seperti gua yang bisa dimasuki pengunjung. Ada dua ruang kecil di dalamnya, yang masing-masing hanya bisa diduduki satu orang. Cahaya masih leluasa masuk dari sela-sela akar Apak.

BACA JUGA: Kapolda Jelajahi Hutan 'Lord Of The Ring' Banyuwangi

Jatimnet berusaha masuk di gua bawah dan duduk bersila di atas tikar selama kurang lebih dua menit. Di destinasi wisata hutan yang tenang itu, berada dalam gua akar Apak terasa semakin sunyi dan menenangkan.

“Di sini banyak orang sudah bertapa mencari ketenangan,” cerita Kadek lagi.

Relawan yang berjaga di pos depan seperti Kadek tidak akan meminta wisatawan untuk membayar. Namun wisatawan bisa berkontribusi untuk pengelolaan destinasi itu dengan menyumbang seikhlasnya di kotak-kotak yang tersedia di tempat ibadah masing-masing agama.

Terdapat PKL yang tetap membuka lapaknya di luar menjajakan gorengan, kopi, serta buah dan sayuran yang mereka dapatkan di hutan setempat.