Logo

Kesan Wisatawan Asing Mengikuti Tradisi Tumpeng Sewu di Desa Kemiren Banyuwangi 

Reporter:,Editor:

Kamis, 29 May 2025 14:00 UTC

Kesan Wisatawan Asing Mengikuti Tradisi <em>Tumpeng Sewu</em> di Desa Kemiren Banyuwangi 

Ribuan orang mengikuti tradisi Tumpeng Sewu di Desa Kemiren, Kec. Glagah, Banyuwangi, Kamis malam, 29 Mei 2025. Foto: Hermawan

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Ribuan orang ikut meramaikan TradisiTumpeng Sewu yang digelar di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Kamis malam, 29 Mei 2025. Bukan hanya masyarakat sekitar, wisatawan juga turut datang menikmati sajian menu khas suku Osing, etnis asli Banyuwangi.

Warga dan pengunjung telah memadati pinggir jalan raya sejak sebelum magrib. Mereka duduk lesehan di pinggir jalan dengan hidangan lengkap yang siap disantap. 

Selepas magrib, festival dimulai dengan pertunjukan Barong Kemiren. Diiringi lantunan musik khas dan pembawa obor, dua barong masing-masing berjalan dari ujung lokasi festival menuju ke Kantor Desa, pusat arena pagelaran.

Di sela pertunjukan itu, para pembawa obor menyalakan tiap-tiap obor yang berjajar di kanan-kiri jalan. Usainya pertunjukan menjadi pertanda bagi warga untuk mulai menyantap menu Tumpeng Sewu yang telah tersedia di lesehan masing-masing.

BACA: Tradisi Mepe Kasur saat Bulan Haji di Desa Kemiren Banyuwangi, Ini Maknanya

Mastuki, warga Kemiren, mengatakan, seluruh warga Kemiren menyiapkan makanan besar setiap pelaksanaan Tumpeng Sewu. Salah satu menu yang wajib ada dalam hidangan adalah Pecel Pitik.

Pecel Pitik adalah lauk yang berbahan utama ayam kampung panggang yang dibumbui dengan kelapa parut dan beberapa jenis bahan dapur. Menu ini adalah salah satu makanan khas Suku Osing.

"Biasanya satu keluarga tidak hanya menyiapkan satu tumpeng. Bisa tiga, empat, atau lima. Karena saat Tumpeng Sewu, mereka biasanya akan mengundang kerabatnya yang berasal dari luar Kemiren," kata Mastuki.

Ribuan orang mengikuti tradisi Tumpeng Sewu di Desa Kemiren, Kec. Glagah, Banyuwangi, Kamis malam, 29 Mei 2025. Foto: Hermawan

Ketua Lembaga Adat Osing Kemiren, Suhaimi, menjelaskan tradisi Tumpeng Sewu adalah budaya leluhur sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta. 

"Dalam Tumpeng Sewu, ada beberapa tradisi yang juga digelar oleh warga, salah satunya Mepe Kasur (jemur kasus) yang dilakukan pada pagi hingga siang hari," ujar Suhaimi.  

BACA: Merajut Persaudaraan dalam Ngopi Sepuluh Ewu Desa Kemiren Banyuwangi

Pada tengah malam, masyarakat melanjutkan kegiatan dengan Mocoan Lontar Yusup semalam suntuk. Lontar Yusup merupakan naskah kuno yang bercerita tentang kehidupan Nabi Yusuf.

Tradisi Tumpeng Sewu juga berhasil memikat perhatian wisatawan mancanegara. Di antara ribuan pengunjung, Shandah dari Belanda dan Ayesha dari Skotlandia mengungkapkan kekaguman mereka terhadap tradisi unik yang dipenuhi kehangatan dan kebersamaan ini.
Shandah mengaku terkesan dengan keramahan masyarakat Banyuwangi yang menurutnya sangat tulus. 

"Saya benar-benar terpukau dengan keramahan masyarakat di sini. Interaksi yang saya alami selama tradisi Tumpeng Sewu sungguh membuat saya merasa diterima dengan sangat baik,” ujar Shandah.

Ia menilai acara ini tidak hanya memberikan pengalaman budaya, tetapi juga menciptakan kenangan yang sangat berkesan.

Shandah wisatawan asal Belanda dan Ayesha asal Skotlandia menikmati pecel pitik dalam tradisi Tumpeng Sewu di Desa Kemiren, Kec. Glagah, Banyuwangi, Kamis malam, 29 Mei 2025. Foto: Hermawan

Hal serupa diungkapkan Ayesha. Wisatawan asal Skotlandia ini merasa takjub dengan kehangatan yang ia rasakan selama berada di tengah-tengah perayaan Tumpeng Sewu.

"Kehangatan yang saya rasakan di sini sungguh luar biasa. Terima kasih untuk pengalaman mendalam ini. Saya merasa sangat beruntung bisa menyelami budaya yang begitu kaya," ujarnya penuh rasa syukur.
 
BACA: Pecel Pitik, Kuliner Sarat Filosofi Sebagai Penutup Barong Ider Bumi di Banyuwangi

Tradisi Tumpeng Sewu yang melibatkan ribuan tumpeng hasil gotong royong warga telah menjadi salah satu daya tarik utama Banyuwangi. 

Bagi Shandah dan Ayesha, tradisi ini bukan hanya sekadar acara budaya, tetapi juga sebuah jembatan yang menghubungkan mereka dengan masyarakat lokal, memberikan pemahaman langsung akan nilai-nilai kebersamaan yang kental di Desa Kemiren.

Kehadiran wisatawan asing di acara ini menunjukkan tradisi Tumpeng Sewu mampu menarik perhatian dunia, tidak hanya sebagai destinasi wisata, tetapi juga sebagai simbol kearifan lokal yang menyatukan berbagai latar belakang dalam semangat persaudaraan. 
Banyuwangi pun semakin memperkokoh posisinya sebagai pusat pariwisata budaya yang menginspirasi.