Sabtu, 15 November 2025 08:00 UTC

Anggota Komisi A DPRD Jatim Sumardi saat memaparkan materi dalam acara Kenduri Kebhinekaan di Kabupaten Jombang, Sabtu, 15 November 2025. Foto: Hasan
JATIMNET.COM, Mojokerto - Dalam upaya memperkuat persatuan dan mencegah potensi konflik sosial, kegiatan Kenduri Kebinekaan digelar di ruang Virgo Gym, Desa Bawangan, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jumat 14 November 2025.
Acara tersebut dihadiri tokoh masyarakat, pemuda, perangkat desa, hingga perwakilan unsur keamanan serta juga dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Timur (Bakesbangpol Jatim).
Sumardi, anggota DPRD Jatim dari Fraksi Partai Golkar Sumardi yang hadir sebagai pemateri menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah strategis untuk mempererat harmoni sosial melalui pendekatan budaya dan kebersamaan.
"Sehingga masyarakat lebih siap mencegah konflik dan menjaga situasi kamtibmas tetap kondusif," ujarnya.
Menurut Sumardi, konflik sosial pada umumnya muncul dari beragam faktor yang melekat di tengah masyarakat. "Konflik sosial biasanya muncul dari kesalahpahaman, isu identitas, ketimpangan ekonomi, atau provokasi pihak tertentu," jelasnya.
BACA: FKUB Probolinggo Tekankan Peran Penting Media dalam Moderasi Beragama
Jika potensi konflik tidak segera ditangani, ia menyatakan bahwa gesekan kecil dapat berkembang menjadi gangguan keamanan yang lebih serius.
Kabid Kewaspadaan Nasional dan Penanganan Konflik di Bakesbangpol Jatim Doni Nugroho Susanto menerangkan, wilayah Jatim ini terbagi ke dalam 10 tlatah atau kawasan kebudayaan.
Empat di antaranya termasuk kebudayaan besar, yaitu Mataraman, Arek, Madura Pulau, dan Pandalungan. Tlatah yang kecil terdiri atas Jawa.
"Tlatah ini yang kemudian membedakan karakteristik masyarakat di Jawa Timur berdasarkan wilayahnya," katanya.
Sesi materi lain disampaikan oleh narasumber dari dosen STTIAA Mojokerto Immanuel Yosua Tjiptosoewarno. Ia menyoroti dinamika sosial masyarakat di era digital.
BACA: Indonesia Usung Isu Perlindungan Jurnalis Perempuan di IPDC ke-69 Paris
Immanuel memamarkan bahwa perkembangan teknologi telah mengubah pola interaksi sekaligus menciptakan tantangan baru.
"Masyarakat yang terfragmentasi terbelah berdasarkan kelompok online, algoritma, dan pandangan politik atau agama," ungkapnya.
Immanuel juga menilai bahwa ruang digital kini memberikan kebebasan berekspresi bagi siapa saja, termasuk kelompok yang menyuarakan pandangan ekstrem.
"Masyarakat pembelajar cepat, namun rentan terhadap manipulasi informasi jika literasi digital rendah," tambahnya.
Melalui Kenduri Kebinekaan, para peserta diharapkan semakin memahami pentingnya toleransi, kebersamaan, serta kewaspadaan terhadap potensi disinformasi yang dapat memicu konflik.
