Logo

Kenaikan Cukai Rokok, 16 Ribu Pekerja SKT Terancam Dirumahkan

Reporter:,Editor:

Kamis, 19 September 2019 03:09 UTC

Kenaikan Cukai Rokok, 16 Ribu Pekerja SKT Terancam Dirumahkan

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur, Himawan Estu Subagja. Foto: Baehaqi.

JATIMNET.COM, Surabaya – Dampak dari kenaikan cukai rokok, sebanyak 16 ribu pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) terancam dirumahkan.

"Kenaikan cukai ini ancaman besar tukang linting rokok," kata Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur, Himawan Estu Subagja, Kamis 19 September 2019.

Pemerintah menerapkan kebijakan kenaikan cukai rokok 23 persen dan Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 35 persen tahun 2020. Sehingga selain menjadi ancaman bagi pekerja juga membuat gelisah pengusaha rokok.

BACA JUGA: Kemarau Panjang Berkah Petani Tembakau Blitar

Bahkan, para pengusaha rokok dan asosiasi pekerja rokok sudah berkirim surat kepada Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa untuk meminta audensi. Mereka ingin membahas perihal kenaikan cukai rokok tersebut.

"Pabriknya sudah, asosiasi sudah (menyampaikan keluhan terkait kenaikan cukai rokok). Tadi itu himbunan pengusaha sudah datang," ujar Himawan.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKB DPRD Jatim, Anik Maslachah mengatakan, seharusnya pemerintah juga ikut memikirkan nasib masyarakat yang hidupnya bergantung pada industri rokok. Ada jutaan orang yang menggantungkan dari produksi rokok mulai hulu hingga hilir.

BACA JUGA: Gresik Kembangkan 18 Hektare Lahan Tembakau Petani

"Pemerintah harus memperhatikan nasib petani tembakau dengan cara memberikan subsidi dan menjamin stabilitas harga tembakau. Kalau tidak dilakukan eksistensi petani tembakau di Indonesia khususnya Jatim bisa hilang, padahal tembakau merupakan komoditas unggulan," kata Anik.

Sedangkan untuk pekerja sigaret kretek tangan, politisi asal Sidoarjo itu berharap Pemprov Jatim mendayagunakan Balai Latihan Kerja (BLK). Sehingga keterampilan para pekerja bertambah jika seandainya terjadi pemutusan hubungan kerja.

"Ini memang kebijakan buah simalakama tapi pemprov tidak boleh abaikan dan menyiapkan segala kemungkinan yang terburuk agar masyarakat Jatim yang akan terkena dampak bisa diminimalisir," ungkap Anik.