Senin, 27 August 2018 09:45 UTC
Ketua IKBPS Piter F Rumaseb saat membacakan laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Anindya Shabrina Joediono. FOTO: Fahmi Aziz.
JATIMNET.COM, Surabaya – Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS) melaporkan salah seorang aktivis, Anindya Shabrina Joediono (23) ke Polrestabes Surabaya atas tuduhan pencemaran nama baik.
Anindya merupakan salah seorang anggota aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. Belakangan Anindya dan LBH kerap memberikan bantuan hukum kepada mahasiswa Papua yang beralamat di Jalan Kalasan No. 10, Surabaya.
“Kami sudah laporkan dia (Anindya) sejak tanggal 20-an Juli lalu,” kata Ketua IKBPS IKBPS, Piter F Rumaseb, saat dihubungi, Jumat, 24 Agustus 2018. Ia menjelaskan, laporan itu dilayangkan pihaknya atas unggahan di media sosial yang bersangkutan.
Ketika itu, Piter dan IKBPS sedang menggelar pertemuan dengan mahasiswa penghuni asrama Papua 11 Juli. “Disampaikannya (oleh Anindya), IKBPS ini pasukan nasi bungkus dan pengkhianat. Ucapan inilah yang kita laporkan ke polisi, soal lain tidak,” tambahnya.
Menurut dia, pernyataan itu telah menyinggung dan mengganggu pihaknya selaku keluarga besar Papua yang telah lama tinggal di Kota Pahlawan. Menurut dia, IKBPS sudah dibentuk sejak tahun 2.000-an, meski belum dinotariskan.
IKBPS, lanjut dia, seringkali turun bertemu dengan mahasiswa Papua di Surabaya untuk menyosialisasikan beberapa hal. Terlebih kepada adik seperantauan bagaimana hidup berdampingan dengan masyarakat di Surabaya.
“Bahkan ketika ada mahasiswa asal Papua yang meninggal, kami yang membantu mengantarkan jenazahnya kembali pulang,” ujarnya.
Belakangan, IKBPS juga turun dalam penyelesaian berbagai konflik yang mulai muncul sejak 1 Juli. Diceritakan saat itu, terjadi pembubaran paksa diskusi mahasiswa Papua oleh aparat kepolisian, dan berlanjut keributan pada Operasi Yustisi 6 Juli.
Selaku senior mahasiswa Papua, IKBPS memutuskan untuk turun tangan, dengan mengantisipasi dua hal. Yakni, mencegah potensi konflik horizontal antara warga Papua dan masyarakat Surabaya. “Ini yang kita ajarkan ke adik-adik untuk menyadari bahwa ini merupakan daerah rantauan. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” jelasnya.
Kedua, ada potensi yang mengarah ke aktivitas separatis, dan memang sudah ada bukti-bukti yang ditemukan. Piter mencontohkan ketika mengadakan unjuk rasa pada Peringatan Hari Buruh (May Day) di depan Grahadi, Surabaya, terdapat bendera Papua dan sudah diamankan polisi.
Ia juga menegaskan, hubungannya dengan adik-adik perantauannya baik-baik saja. Ia menyebutkan, mahasiswa tidak hanya yang berada di Kalasan saja. Beberapa mahasiswa yang tinggal di Keputih, Benowo hingga Pakal sejauh ini berkomunikasi dengan baik.
Selain itu, Piter membantah pernyataan Anindya yang dianggap memutarbalikkan fakta. Sebelumnya, Anindya menyebutkan laporan atas dirinya itu karena postingan di media sosial terkait kronologi saat dirinya mengalami pelecehan seksual.
Piter juga menganggap Anindya dan LBH Surabaya selama ini hanya pihak luar. “Kebetulan lewat dan melihat lagi ramai, dia masuk dan memprovokasi. Saya juga melihat adik-adik saya seolah-olah sedang “dijual” dan ada suplai dana luar negeri,” jelasnya. Hanya saja Piter enggan menjelaskan konteks dijual dan dana asing yang dimaksudkan.