Selasa, 27 August 2019 13:15 UTC
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET, Mojokerto - Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto akan meminta bantuan tenaga medis lain, seperti bidan, atau perawat, jika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia terhadap Muh Aris, terpidana kasus pemerkosaan sembilan anak di bawah umur.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono menegaskan, pihaknya tetap berupaya meminta bantuan rumah sakit terkait pelaksanaan kebiri terhadap narapidana di Lapas Klas IIB terkait tindak asusila terhadap anak perempuan.
"Kalau saya minta tolong ke rumah sakit terus dokter terbentur kode etik IDI, ya sudah tidak usah. Memangnya yang bisa menyuntik hanya dokter. Suster, bidan, tenaga medis yang bukan dokter kan bisa," kata Rudy saat ditemui Jatimnet.com di ruang kerjanya, Selasa 27 Agustus 2019.
BACA JUGA: Kesulitan IDI Mojokerto jika Jadi Eksekutor Kebiri Kimia Pemerkosa Anak
Menurut Rudy, pelaksanaan eksekusi kebiri kimia terhadap seseorang bisa dilakukan menggunakan media suntik atau pil sehingga pelaksanaannya tidak harus melibatkan dokter. Selain itu, kata dia, waktu eksekusi kebiri kimia juga belum bisa dipastikan karena masih harus menunggu petunjuk Kejaksaan Agung.
"Kebiri kimia sendiri baru bisa dilaksanakan menjelang berakhirnya hukuman badan narapidana. Kenapa dilakukan di akhir masa hukuman badan, untuk menjaga saja supaya dia tidak melakukan lagi makanya diambil di ujung," ujar Rudy.
BACA JUGA: Terpidana Kebiri Kimia Ditempatkan di Ruang Isolasi Lapas Mojokerto
Perlu diketahui, jangka waktu kebiri kimia berdasarkan UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI nomor 23 tahun 2002, masa dampak obat kebiri kimia hanya dua tahun dan setelahnya negara wajib memulihkan kembali seperti semula.
Kajari menambahkan, dalam undang-undang untuk hukuman kebiri kimia sudah ada, hanya saja petunjuk pelaksanaannya yang belum. Ia berharap, dengan adanya putusan hakim PN Mojokerto dan dikuatkan Pengadilan Tinggi Surabaya, bisa mendorong pemerintah merampungkan Peraturan Pemerintah (PP).
“Toh waktu eksekusinya juga masih lama. Soalnya harus melaksanakan pidana badannya yang kabupaten saja 12 tahun, belum tambah yang di kota 8 tahun, kan jadi 20 tahun totalnya," ucapnya.