Jumat, 16 November 2018 10:30 UTC
Kajati Jatim, Sunarta. Foto: M Khaesar Januar Utomo
JATIMNET.COM, Surabaya - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mencekal dua orang saksi menyusul penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan kapal bekas senilai Rp100 Miliar. Dua saksi tersebut adalah mantan Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) serta seorang rekanannya.
Kepala Kejati Jatim, Sunarta mengatakan pencekalan dilakukan agar dua saksi ini tidak kabur ke luar negeri. "Langkah ini untuk mempermudah pemeriksaan," kata Sunarta, Jumat, 16 November 2018.
Dalam Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan kerugian negara sebesar Rp60 miliar dari nilai proyek pengadaan kapal tersebut. Kendati status penanganan kasus dugaan korupsi sudah ditingkatkan ke penyidikan dan sudah ada temuan kerugian negara, penyidik kejati Jatim belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Sunarta juga mengatakan pencekalan tersebut bukan berarti kedua orang yang dicekal ini sebagai tersangka. "Untuk kasus ini belum ada tersangka satu pun yang kami tetapkan," katanya. Pencekalan dilakukan untuk mempermudah pemeriksaan terhadap dua orang tersebut.
"Meskipun begitu kedua orang ini sangat kooperatif saat kami lakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan selalu datang," katanya. Saat disinggung siapa nama Dirut PT DPS yang di cekal tersebut, Sunarta enggan memberi tahu identitasnya. "Janganlah biar kami lakukan penyidikan kasus ini dulu," ucapnya.
Penyidik Kejati Jatim, kata Sunarta, masih terus melakukan penyidikan kasus ini. Mulai dari Dirut, Direktur Keuangan dan beberapa saksi lainnya sudah dilakukan pemeriksaan. "Masih kami panggil saksi saksi yang ada," ucapnya. Seperti pernah diberitakan, Kejati Jatim telah memeriksa 30 saksi untuk mengetahui bagaimana proses pembelian kapal bekas tersebut.
Kapal bekas tersebut dibeli PT DPS melalui lelang dari salah satu negara di Eropa senilai Rp100 miliar tahun 2016. Dalam pembelian itu dilakukan dua kali pembayaran. Pembyaran pertama senilai Rp60 miliar, dan sisanya sebesar Rp40 miliar akan dibayarkan di termin berikutnya. Hanya saja kapal tersebut justru tenggelam sebelum tiba di Indonesia.
“Dugaan sementara kapal tersebut tidak sesuai spesifikasi pemesanan, meskipun kapal tersebut bekas. Kenapa tenggelam di perjalanan? Ini yang sedang kita selidiki. Kita jgua memeriksa aliran dana dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pembelian kapal tersebut,” ujar Sunarta.
Sunarta menegaskan pihaknya harus berhati-hati mengungkap pembelian kapal yang dilakukan perusahaan pembuatan dan perawatan kapal yang berlamatkan di Tanjung Perak, Surabaya itu. Apakah kapal tersebut milik DPS, milik orang lain, digunakan sendiri, akan disewakan, termasuk kegunaan kapal jenis floating crane tersebut.