Logo

Jokowi Sebut Impor Bahan Baku Sebabkan Defisit Neraca Dagang

Reporter:,Editor:

Kamis, 12 December 2019 03:39 UTC

Jokowi Sebut Impor Bahan Baku Sebabkan Defisit Neraca Dagang

Rapat terbatas Presiden RI bersama kabinetnya. Foto: Sekretariat Negara

JATIMNET.COM, Surabaya - Presiden RI Joko Widodo menyebut kalau impor sejumlah bahan baku pendukung industri memberi kontribusi besar bagi persoalan defisit neraca dagang. Hal ini diungkapkan dalam rapat terbatas mengenai percepatan implementasi program perindustrian dan perdagangan di Kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu 11 Desember 2019.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), presiden menjelaskan impor bahan baku pendukung industri diketahui mencapai 74,06 persen dari total impor selama Januari hingga Oktober 2019. Sementara impor barang modal berada pada angka 16,65 persen diikuti dengan impor barang konsumsi mencapai 9,29 persen.

"Kalau kita lihat lebih dalam lagi jenis barang bahan baku yang masih besar angka impornya antara lain adalah besi baja yang mencapai USD 8,6 miliar dan industri kimia organik atau petrokimia yang USD 4,9 miliar serta industri kimia dasar," kata Jokowi, dikutip dari Sekretariat Presiden, kemarin.

Beranjak dari data tersebut, presiden yang menjabat kedua kalinya itu meminta agar ruang investasi bagi industri barang subtitusi (barang pengganti) impor dibuka selebar-lebarnya. Salah satunya adalah mendorong industri dalam negeri seperti petrokimia yang dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri.

BACA JUGA: Pertumbuhan Ekonomi Tumbuh Melambat, Pemprov Jatim Dorong Sektor Pertanian

"Harus ada langkah-langkah quick win yang betul-betul konkret untuk mendorong tumbuhnya industri pengolahan seperti industri besi baja dan industri petrokimia. Juga tak kalah pentingnya, percepatan mandatori biodiesel B30 dalam rangka menurunkan impor BBM kita," tuturnya.

Presiden menekankan, tumbuhnya industri-industri pengolahan bahan baku pendukung tak hanya bertujuan untuk menghasilkan barang-barang substitusi impor semata. Berkembangnya industri-industri tersebut juga berarti penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak.

Sebelumnya, rapat terbatas juga membahas kebijakan perindustrian dan perdagangan Indonesia dalam beberapa waktu ke depan akan berfokus pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap positif sekaligus menekan defisit transaksi berjalan serta memperbesar surplus neraca perdagangan. 

Sementara itu, berkaitan dengan upaya peningkatan ekspor, presiden juga menargetkan penyelesaian negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) utamanya dengan negara-negara potensial. Presiden menyebut bahwa tim negosiasi untuk penyelesaian perjanjian tersebut harus benar-benar kuat dan terus-menerus melakukan negosiasi sehingga peluang ekspor produk-produk dari negara kita terbuka lebar.

"Ini Pak Menteri Perdagangan dan Bu Menteri Luar Negeri kalau perlu tiap hari kejar terus untuk negara-negara potensial untuk mengekspor produk-produk kita yang kita belum memiliki perjanjian kemitraan," kata Jokowi.

Sejumlah langkah awal tersebut, Ia melanjutkan, tetap harus diiringi dengan perbaikan regulasi yang menghambat berbagai kinerja ekspor. Selain itu, kualitas produk-produk ekspor Indonesia juga dimintanya untuk dapat ditingkatkan baik dari sisi kemasan maupun promosinya.

"Untuk dalam negeri kita harus selesaikan beberapa pekerjaan rumah seperti memangkas berbagai regulasi yang menghambat berbagai kinerja ekspor, pembenahan akses pembiayaan ekspor, dan kemudian peningkatan kualitas produk ekspor baik dari sisi packaging, branding, dan lain-lainnya. Juga penyiapan kawasan industri yang berorientasi ekspor yang betul-betul terintegrasi," ujarnya.