Rabu, 31 August 2022 05:00 UTC
SANDAR. Salah satu perahu nelayan bersandar di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo, Rabu, 31 Agustus 2022. Foto: Zulkiflie
JATIMNET.COM, Probolinggo – Nelayan di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Mayangan, Kota Probolinggo, resah dengan rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar.
Keresahan nelayan muncul lantaran sebelum ada rencana kenaikan harga, pertalite dan solar cukup sulit diperoleh di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) setempat.
Salah seorang nelayan, Mustofa, berharap sebelum menaikkan harga BBM, pemerintah agar berpikir ulang meralisasikan kebijakan tersebut. Itu karena selain harganya bakal membebani nelayan, ketersediaan BBM subsidi dikhawatirkan semakin sulit diperoleh.
BACA JUGA: Harga Pertamax Naik, Ini 4 Tips Menghematnya
Mustofa mengungkapkan nelayan sudah cukup terbebani dengan kenaikan harga solar sebelumnya dari Rp5.500 per liter mnjadi Rp6.500 per liter. Apalagi, jika harga solar kembali naik.
"Susah nelayan kalau seperti ini, Pak. Sekarang saja saya memilih tidak melaut sementara waktu karena sulitnya mendapatkan solar. Apalagi nanti kalau jadi naik harganya," ujar Mustofa, Rabu, 31 Agustus 2022.
Mustofa menyampaikan apabila harga BBM solar dan pertalite kembali naik, tak sedikit nelayan diperkirakan bakal berpikir ulang untuk berlayar. Sebab, biaya untuk membeli bahan bakar solar tak sebanding dengan hasil yang diperoleh dari melaut.
BACA JUGA: Tolak Kenaikan BBM dan Listrik, Mahasiswa Probolinggo 'Serbu' Kantor DPRD
"Kalau saya saja untuk tiap berlayar membutuhkan 1.000 liter solar dan 250 liter pertalite sebagai bahan bakar genset untuk penerangan. Kalau harganya naik, pasti biayanya bakal membengkak," kata Mustofa.
Sementara itu, imbas sulitnya memperoleh solar tak hanya dirasakan nelayan sekaligus pemilik kapal tapi juga para anak buah kapal. Mereka saat ini sudah banyak yang menganggur karena libur melaut.
Salah seorang ABK, Andi, mengaku sudah sekitar sebulan terakhir tidak melaut karena banyak kapal yang memilih bersandar di pelabuhan karena sulitnya mendapatkan solar.
"Kalau tidak melaut ya tidak kerja, Pak, terus mau dapat penghasilan dari mana kalau menganggur terus. Kalau sulitnya dapat solar sudah terjadi selama dua bulan terakhir. Semoga segera ada solusi dari pemerintah untuk masalah ini," katanya.
