Selasa, 09 February 2021 00:40 UTC
Ilustrasi Pekerja.
JATIMNET.COM, Surabaya - Pandemi Covid-19 masih memukul sektor ekonomi di Jawa Timur. Data milik Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim per Desember 2020, setidaknya ada 7.246 orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sedangkan jumlah perusahaannya yang melakukan PHK sebanyak 341 perusahaan. Disnakertrans Jatim juga mencatat, ada 608 perusahaan yang merumahkan pekerjanya.
"Untuk yang merumahkan pegawai ada 608 perusahaan dan yang dirumahkan ada 34.138 pekerja,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur Himawan Estu Bagijo, Senin 8 Februari 2021.
Himawan mengeklaim, tingkat PHK di Jatim paling rendah di Pulau Jawa. Hanya sekitar 15 persen jika dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa.
Baca Juga: Lebih dari 3.000 Buruh Terdampak Covid, PHK hingga Tak Diberi THR
Bila dirinci, kata Himawan, dari total 1.668.689 tenaga kerja sebanyak 41.384 orang atau 2,48 persen terdampak Covid-19 (PHK dan dirumahkan). "Untuk yang di PHK sebanyak 0,43 persen, dan yang dirumahkan 2,04 persen," tegasnya.
Sementara jumlah perusahaan yang terdampak yakni 949 atau 8,13 persen dari total 11.674 perusahaan. "Sebanyak 2,78 persen melakukan PHK dan 5,20 persen merumahkan," imbuhnya.
Himawan mengatakan untuk yang dirumahkan masih didominasi pegawai hotel dan restoran yang mencapai 31,37 persen. “Sebenarnya sebagian sudah ada yang dipanggil untuk bekerja kembali, namun karena ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mereka kembali dirumahkan," katanya.
Baca Juga: Dampak Covid-19, Sektor Retail dan Industri Pengolahan Kayu Paling Banyak Lakukan PHK
Kemudian untuk yang di PHK kebanyakan bekerja pada sektor manufaktur mencapai 24,95 persen. Selain manufaktur, kata Himawan, yang juga mengalami banyak PHK sektor retail.
“Perusahaan pada bidang retail banyak yang tutup. Pandemi Covid-19 membuat banyak orang yang melakukan transaksi jual beli secara daring,” ungkapnya.
Sektor alas kaki dan rambut palsu juga terdampak. Himawan menyampaikan, memang tidak tutup namun karena produksinya berkurang sehingga banyak pegawainya yang dikurangi. Masyarakat lebih memilih untuk menjaga kesehatan ketimbang fashion.
“Meski demikian pada masa pandemi produksi rokok justru meningkat. Meningkatnya produksi ini membuat ada penambahan pegawai. Selain itu agar tetap bisa bertahan, banyak juga perusahaan yang pindah bidang yang lain seperti produksi masker maupun alat pelindung diri," tandasnya.
