Logo
Ubah Laku Geliat Industri Wisata Bertahan

Beradaptasi di Masa Pandemi (1): Virtual Trip, Siasat Pelaku Usaha Tawarkan Wisata Daring dari Rumah

Reporter:,Editor:

Sabtu, 28 November 2020 03:40 UTC

Beradaptasi di Masa Pandemi (1): Virtual Trip, Siasat Pelaku Usaha Tawarkan Wisata Daring dari Rumah

Virtual trip di Gunung Tengger, Jawa Timur yang dipandu guide lokal secara daring. (Potongan layar dari Festival Daring yang digelar Kemenparekraf).

JATIMNET.COM, Jember – Sektor pariwisata menjadi salah satu sektor bisnis yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19. Sejak mulai mewabahnya virus, banyak pelaku usaha di sektor ini yang mengeluhkan hilangnya potensi pendapatan. Kondisi ini terjadi pada pelaku usaha wisata di seluruh belahan dunia, akibat kampanye pembatasan mobilitas manusia.

“Saat awal pandemi, bisa dibilang kami tidak ada pemasukan sama sekali. Banyak pemesanan yang di cancel (di batalkan). Sampai akhir tahun ini, growth business (pertumbuhan bisnis) kami bisa dipastikan akan minus,” tutur Achmad Fauzi, salah satu pemilik usaha biro travel di Jember saat berbincang dengan Jatimnet.com.

Kondisi yang tak menentu itu membuat para pemilik biro travel dan usaha terkait harus berputar otak untuk menyesuaikan dengan keadaan. Sebagian diantara mereka ada yang memilih beralih usaha ke sektor lain yang masih mungkin beroperasi di masa pandemi.

Seperti usaha makanan yang diantarkan secara daring. Sedangkan mereka yang bertahan, sudah bisa menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan. Aturan jaga jarak, penyediaan hand sanitizer dan wajib memakai masker ataupun face shield benar-benar harus dipatuhi.

BACA JUGA: Pemkab Jember Akan Gunakan Stadion Sepak Bola Untuk Karantina Pasien Covid

“Biro travel sekarang memang sudah adaptif dengan imbauan pemerintah. Kami mematuhi protokol kesehatan agar tidak membahayakan klien ketika trip,” lanjut Fauzi. 

Virtual Trip

Untuk bertahan dan beradaptasi di masa pandemi, pelaku usaha travel harus terus memutar otak. Beberapa diantara mereka ada yang beralih ke jasa event organizer dengan layanan penyelenggaraan pertemuan virtual atau web seminar (webinar). “Meski kontribusinya juga tidak signifikan,” tutur alumnus Politeknik Negeri Jember (Polije) ini.

Alternatif lain yang dibidik pelaku usaha travel agent dan tour planner adalah virtual tour. Layanan berwisata secara virtual ini, sejak beberapa waktu lalu digencarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemen Parekraf) ke kalangan pelaku usaha wisata. Seperti pada 19 Oktober 2020 lalu, Kemen Parekraf menggelar “Virtual Tour Festival Wisata Gunung Indonesia 2020”.

Dalam acara tersebut, para peserta diajak menikmati keindahan alam di enam gunung di Indonesia, yang dipandu oleh pemandu wisata (tour guide) profesional dari Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI).

BACA JUGA: Tiga Petugas Tracingnya Terpapar Covid, Dinkes Jember Ditutup

“Virtual Tour ini bisa dilakukan ke wisata minat khusus. Selain ke pegunungan atau pantai, bisa juga ke tempat bersejarah seperti Tana Toraja atau peninggalan sejarah Majapahit di Mojokerto,” ungkap Fauzi.

Virtual Tour dirasa cocok untuk mereka yang sudah tidak tahan ingin berwisata ke tempat-tempat khusus, namun terkendala mobilitas akibat pandemi. “Konsumennya banyak dari luar negeri yang ingin ke Indonesia. Jadi selain menjual visual, kita juga menjual juga story dari destinasi tersebut,” papar Fauzi.

Peran pemandu wisata menjadi sangat penting. Karena mereka harus bisa menyajikan deskripsi suasana dan informasi tentang destinasi dengan menarik kepada konsumen. Selain itu, jaringan internet yang lancar serta kualitas audio menjadi tantangan tersendiri. 

“Guide nya berada di destinasi untuk menerangkan destinasi itu. Agar memuaskan konsumen, infrastruktur alat yang harus diperhatikan. Selain koneksi internet yang bagus, juga harus tersedia headset yang berkualitas. Juga menghindari suara bising di audio, agar sensasi yang didapat konsumen bisa memuaskan,” papar Fauzi.

BACA JUGA: Operasi Yustisi dan Sidang Virtual, Sanksi Ringan Untuk Picu Kesadaran Taat Protokol Kesehatan

Kemampuan menceritakan suasana dan sejarah tempat wisata, menjadi kunci di samping kualitas teknis alat. “Karena kalau biasa-biasa saja, kita bisa menyaksikan lewat Youtube,” ujar Fauzi.

Diakui Fauzi, Virtual Tour ini memang memiliki pasar yang amat terbatas. “Namanya virtual tour, pastinya tidak bisa menggantikan sepenuhnya sensasi ketika kita berkunjung ke lokasi,” papar Fauzi.

Kontribusi pemasukan Virtual Tour memang tidak besar, namun cukup membantu pelaku usaha wisata di masa krisis seperti saat ini. “Kalau ditambah dengan pemesanan yang konvensional, virtual tour bisa menggenapkan kontribusi pemasukan, hampir 50 persen pemasukan dibandingkan di masa normal sebelum pandemi,” pungkas Fauzi.