Rabu, 16 July 2025 07:30 UTC
Ketua Umum MUI Jember DR KH Abdul Haris saat ditemui usai audiensi dengan Kapolres Jember. Foto: Faizin Adi
JATIMNET.COM, Jember – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jember menggelar audiensi dengan Kapolres Jember AKBP Bobby Adimas Candra Putra, Rabu, 16 Juli 2025.
Dalam pertemuan yang digelar di Mapolres Jember itu, MUI berharap agar kepolisian turut mengatur keberadaan sound horeg yang dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat.
“Kami berharap, fatwa MUI Jatim kemarin bisa diberlakukan di Jember. Karena hal itu (fatwa haram Sound Horeg) tidak hanya berdimensi agama, tetapi juga berdimensi kesehatan,” ujar Ketua Umum MUI Jember DR KH Abdul Haris saat dikonfirmasi jatimnet.com usai audiensi yang digelar secara tertutup.
Beberapa waktu lalu, MUI Jatim mengeluarkan fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Fatwa tersebut dikeluarkan untuk merespon keresahan masyarakat atas penggunaan pengeras suara untuk acara-acara hiburan dengan suara menggelar yang kian marak beberapa tahun terakhir.
BACA: Begini Reaksi Pelaku Sound System di Tengah Fatwa Haram dari Ulama
KH Abdul Haris menjelaskan, fatwa haramnya sound horeg karena suara yang bising tersebut dikeluarkan tidak hanya didasarkan atas aspek keagamaan. Tetapi, juga aspek kesehatan.
“Tidak hanya soal kemaksiatannya yang itu sudah jelas. Tapi, yang juga tidak kalah penting adalah kesehatan,” ujar pria yang juga menjadi anggota Komisi Fatwa MUI Jawa Timur ini.
Salah satu konsideran atau pertimbangan yang dirujuk Komisi Fatwa MUI Jatim dalam mengeluarkan fatwa haramnya sound horeg adalah standar yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Bahwa batas maksimal suara bising yang bisa diterima gendang telinga manusia adalah sebesar 85 desibel.
Jika ada suara yang melebihi batas tersebut, maka hampir dipastikan akan merusak gendang telinga manusia, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
BACA: Ganggu Masyarakat saat Sahur, Polres Mojokerto Amankan Empat Kendaraan Sound Horeg
Adapun suara sound horeg, berdasarkan kajian lapangan yang dilakukan MUI Jember melebihi batas 85 desibel. Bahkan, ada yang mencapai 90 desibel.
“Kita ingin pemerintah menjadikan ilmu pengetahuan sebagai basis pengambilan kebijakan. Karena WHO juga sudah menetapkan batas di 85 desibel. Jika dibiarkan (sound horeg), maka generasi muda akan mengalami penurunan fungsi pendengaran,” tutur pria yang juga dosen di UIN KHAS Jember ini.
Atas hal tersebut, MUI Jember berharap agar polisi dan pemerintah bisa membuat kebijakan dengan berdasarkan riset sains terkait sound horeg.
“Tadi kita audiensi di dalam, polisi tidak bisa melarang secara langsung karena memang aturan perundang-undangannya tidak ada yang bisa dijadikan dasar untuk melarang. Maka kita mendorong agar ada pembatasan batas suaranya,” pungkas KH Abdul Haris.
Sejauh ini, belum diketahui sikap resmi dari Polres Jember atas desakan MUI Jember tersebut.
