Senin, 03 September 2018 14:00 UTC
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sumber Bloomberg.
JATIMNET.COM, Surabaya – Nilai tukar rupiah yang ditutup pada posisi Rp 14.815 per dollar Amerika Serikat pada sesi penutupan memunculkan kekhawatiran. Terlebih posisi rupiah melemah 126 poin dibanding sesi pembukaan yang tercatat Rp 14.689 per dollar AS, Senin 3 September 2018.
Ekonom dari Universitas Brawijaya Malang Dias Sastra menegaskan pelemahan rupiah ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga terjadi di beberapa negara lain. Selain itu, posisi saat ini berbeda dengan tahun 1998 yang terjadi krisis finansial global.
“Di tahun 1998 banyak utang yang tidak dilindungi (hedging), begitu juga banyak Dana Pihak Ketiga (DPK) dari nasahab asing. Ketika terjadi rupiah melemah, banyak yang menarik duitnya secara besar-besaran dan terjadi rush,” urai Dias, ketika dihubungi Jatimnet, Senin 3 September 2018.
Dosen jurusan Ilmu Pembangunan Fakultas Ekonomi Unibraw itu menilai saat ini Indonesia memiliki utanga yang gede. Bedanya utang saat ini dalam bentuk obligasi untuk pembangunan infrastruktur.
Dengan fakta di atas Dias menegaskan tidak perlu ragu dengan kondisi saat ini. Bukan berarti pelemahan rupiah terhadap dollar AS dibiarkan.
“Justru momen ini harus ditangkap, karena ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendorong ekspor dan membuka pasar baru,” jelasnya.

Saat ini Indonesia memiliki kekuatan ekonomi yang sudah menyentuh ke grass root. Banyak industri perbankan dengan teknologi keuangan (financial technology/fintech) sudah sanggup melayani nasabah yang awalnya unbankable sudah terlayani.
Meski demikian, Dias mengingatkan agar pemerintah bisa menekan capital outflow (aliran modal keluar), tax holiday, dan harus ada insentif agar investasi gede tetap berada di dalam negeri.
Meski saat ini banyak pengamat regional Asia Tenggara yang memprediksi rupiah bakal tembus Rp 15.000 per dollar AS, menurutnya tidak terlalu risau. “Sewaktu-waktu bisa saja lebih (dari Rp 15.000), atau malah (rupiah) menguat. Nilai tukar rupiah itu fluktuatif, dan tidak bisa dihitung seperti matematika,” tegasnya.
Sementara itu, Bloomberg mencatat rupiah ditutup Rp 14,782 per dollar AS dan diprediksi bisa menyentuh Rp 15.000 per dollar AS dalam waktu dekat. Menurut catatan Bloomberg, posisi tersebut merupakan level psikologis yang pernah terjadi di Asia Tenggara tahun 1998.
“Rupiah akan menyentuh level psikologis di angka Rp 15.000 per dollar AS,” kata Chief Operating Officer Rakuten Securities (Sydney) Nick Twidale. Menurutnya investor akan mengawasi bank sentral (Bank Indonesia) untuk melihat langkah selanjutnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan melalui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) akan memlototi dan memonitor pelaku pasar dalam transaksi valuta asing.
“Kami bersama OJK dan BI melalui Forum KKSK akan terus meneliti dan memonitor para pelaku pasar, mana-mana yang memang membutuhkan ‘legitimate’,” katanya usai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, seperti dikutip Antara.
Sri Mulyani menyebutkan KKSK akan meneliti dan memonitor apakah membutuhkan transaksi valas untuk keperluan industrinya atau merupakan transaksi yang tidak memiliki legitimasi.
“Untuk yang tidak legitimate, kita akan mengambil langkah tegas agar tidak menimbulkan spekulasi atau sentimen negatif,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
