Kamis, 22 August 2019 23:09 UTC
ASRAMA MAHASISWA. Suasana asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Rabu 21 Agustus 2019. Mahasiswa menolak kunjungan anggota DPR pascaperistiwa pengepungan asrama selam dua hari, 16-17 Agustus. Foto: Baehaqi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat ada 33 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang dialami mahasiswa Papua di berbagai daerah sepanjang dua tahun terakhir.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima Jatimnet.com, Kamis 22 Agustus 2019 malam, tertulis sembilan peristiwa terjadi di Surabaya, di Semarang dan Jakarta masing-masing empat peristiwa, serta di tiga di Yogyakarta dan lima di Bali. Adapun di wilayah Papua, tercatat ada delapan peristiwa.
“Jumlah korban mahasiswa mencapai lebih dari 250 orang,” Kepala Bidang Pengembangan Organisasi YLBHI Febionesta.
BACA JUGA: TNI Dalami Dugaan Keterlibatan Personelnya Serang AMP
Peristiwa pelanggaran hak asasi itu berupa intimidasi, tindakan rasial, penggerebekan dan penyerangan asrama, pembubaran diskusi, serta pembubaran aksi. Selain itu, lanjut dia, juga dalam bentuk penangkapan sewenang-wenang, penganiayaan, penggeledahan dan penyitaan, serta pembiaran pelanggaran hukum.
Para pelaku dalam peristiwa itu tak hanya ormas. Tapi juga aparat negara, semisal tentara, polisi, petugas Satpol PP, serta pegawai setempat. “Aparatur negara tak mampu menjawab tantangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM, malah menjadi pelaku pelanggaran,” katanya.
Dalam pernyataannya, YLBHI juga mengecam pengiriman pasukan tambahan ke Papua dalam dua hari terakhir. Alasan pemerintah, pengiriman itu untuk mengamankan obyek vital pascakerusuhan, dianggap tak tepat. Sebaliknya, penambahan aparat keamanan itu justru berpotensi melahirkan pelanggaran dan konflik baru.
BACA JUGA: Polda Jatim Periksa 49 Saksi Pembuangan Bendera
“Semestinya penyelesaian persoalan diskriminasi rasial ini dilakukan melalui pendekatan penegakan hukum dan HAM,” katanya.
Dipetik dari kantor berita Anadolu, Rabu 21 Agustus 2019, pemerintah mengirimkan 18 kompi pasukan Brimob dan TNI ke Papua Barat, menyusul pecahnya demonstrasi massa yang berujung ricuh di Manokwari, Sorong, dan Fakfak. Pasukan tambahan itu didatangkan dari Sulawesi, Maluku, dan Bali.
Juru bicara Polri Irjen Pol M.Iqbal mengatakan pasukan ini tak dibekali peluru tajam dan akan mengutamakan pendekatan persuasif untuk meredam konflik. “Kami ingin mengedepankan upaya komunikasi dengan saudara-saudara kita sesuai dengan SOP,” katanya.
