Minggu, 14 July 2019 10:29 UTC
KONSER ANAK-ANAK. Pagelaran Festival Lalare Orchestra Concert di Gesibu Blambangan, Banyuwangi, Sabtu 13 Juli 2019. Foto : Ahmad Suudi.
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Sebanyak 106 seniman cilik Banyuwangi berhasil membawakan 12 lagu dalam Festival Lalare Orchestra Concert, Sabtu, 13 Juli 2019 malam. Padahal di luar panggung mereka masih bertingkah seperti kebanyakan anak, misalnya lari bergerombol, membeli jajanan, dan berteriak satu sama lain.
Kepada Jatimnet.com, Muhammad Saiful (69) salah satu instruktur mengaku butuh kesabaran ekstra menghadapi sifat kekanak-kanakan seniman-seniman cilik itu. Pasalnya keinginan bermain yang sangat besar pada anak-anak membuat mereka kurang disiplin.
Dikatakannya pertunjukan orkestra bersifat instruksional. Di mana semua musisi mengikuti instruksi terkait waktu maupun tinggi rendahnya nada. Sikap anak-anak yang banyak bermain sendiri dan abai pada instruksi menyulitkan pelatih yang telah dipilih Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Banyuwangi itu.
“Yang paling sulit mengatur kedisiplinan anak-anak. Semua berawal dari kedisiplinan dan kemauan keras,” kata Saiful, sebelum Lalare Orchestra manggung.
BACA JUGA: Festival Manten Nusantara Ajang Adu Kualitas Sanggar Rias Banyuwangi
Dia mengatakan di Akademi Lalare Orchestra tempat mereka berkegiatan, tidak hanya keterampilan musik saja yang dilakukan. Tetapi juga membina pelajar kelas 4 SD sampai kelas 2 SMP itu membangun karakter masing-masing.
Selama latihan mereka didorong disiplin saat dilarang berkata-kata, bermain sendiri, dan mengikuti semua intruksi pembelajaran. Pasalnya di atas panggung mereka harus menangani alat musik masing-masing dan selaras satu sama lain.
“Usia mereka belum sampai tingkat kematangan kejiwaan,” ujar Saiful lagi.
Meskipun begitu lebih dari seribu penonton di Gedung Seni dan Budaya (Gesibu) Blambangan Banyuwangi disesaki penonton. Mereka kerap bertepuk tangan dan memuji kebolehan musisi-musisi cilik dalam membawakan berbagai lagu.

LATIHAN SERIUS. Anak-anak saat melakukan gladi resik sebelum dilaksanakan Lalare Orchestra pada, Sabtu 13 Juli 2019 malam. Foto: Ahmad Suudi.
Mereka menampilkan lagu ‘Kemeredepe Lintang’ atau ‘Gemerlap Bintang’ sebagai tema konser, dan lagu berbahasa Mandarin berjudul ‘Mama Hao’. Lagu lainnya di antaranya Langite ‘Katon Biru’, ‘Embah Nginang’, ‘Nunggang Sepur’, ‘Mayo Memengan’, ‘Wayah Subuh’, dan ‘Tetak-tetak’.
Ryan Dwi Pamungkas (14) pengendang mengaku mendapatkan target sebulan pertama latihan harus kompak, antara musisi satu dengan lainnya. Warga Kelurahan Kepatihan, Banyuwangi, itu mengaku telah lima kali mengikuti konser Lalare Orchestra.
“Kesulitannya harus kompak dan harus bisa kerjasama dengan yang lain,” kata Ryan saat ditemui setelah gladi resik.
Begitu juga yang disampaikan pemain saron, Firzatullah Ananda Putra Dera (12) yang merupakan pelajar SMP Negeri 2 Banyuwangi. Selain kompak, dirinya dituntut memahami notasi agar irama sesuai dengan pemain musik lain. “Harus bermain berdasarkan notasi,” ujarnya singkat.
BACA JUGA: Nirul, Mantan Pekerja Migran yang Sukses Bisnis Kuliner Khas Taiwan
Setelah empat kali digelar, Lalare Orchestra berkembang menjadi akademi permainan musik tradisional setahun terakhir. Namun kerja keras pelajar-pelajar cilik itu di akademi maupun di atas panggung berbuah manis.
Ketua DKB Banyuwangi dr Taufik Hidayat mengatakan setelah tampil di Lalare Orchestra, mereka akan mewakili Banyuwangi dalam berbagai even nasional. Misalnya dalam pembukaan Zhenghe International Peace Forum di Jatim Expo, Surabaya, Senin, 15 Juli 2019.
Tambah lagi Lalare Orchestra telah mendapat penghargaan dari Pasific Asia Travel Assosiation (PATA) dalam kategori Heritage and Culture tahun 2016. Setelah selesai di Lalare Orchestra, mereka bisa bergabung ke kelompok atau sanggar seni pilihan masing-masing.
“Kegiatan akademi ini untuk menyiapkan generasi yang mampu bermain musik tradisional lebih baik dari sebelumnya,” kata Taufik.