Jumat, 30 August 2024 03:20 UTC
Penderita tumor uterus, Oktavia Dwi Rahmadani, terbaring lemas di tempat tidur di rumahnya di Lingkungan Kuwung, Kelurahan Meri, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto, Jumat, 30 Agustus 2024. Foto: Hasan
JATIMNET.COM, Mojokerto – Seorang gadis yatim piatu harus terbaring lemas lantaran tumor uterus yang menyerang perutnya. Ia adalah Oktavia Dwi Rahmadani, 18 tahun, asal Lingkungan Kuwung, Kelurahan Meri, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto.
Ia sehari-hari berada di kamar kos bersama Septi, kakak kandungnya yang bekerja sebagai penjaga booth minuman di Sky Walk Alun-Alun Wiraraja, Kota Mojokerto.
Sedangkan kedua orang tuanya, Riono Sentot, 50 tahun, dan Sumirah, 50 tahun, telah meninggal dunia beberapa waktu yang lalu.
Kini, untuk sekadar duduk saja, ia tampak tak bisa bertahan lama. Terlebih untuk berjalan, sejak awal Agustus 2024 sudah tak bisa lagi dilakukannya. Badannya pun semakin kurus dan benjolan di perutnya membesar.
BACA: Tingkatkan Kesehatan Bumil dan Bayi, Puskesmas Kedundung Ajak Bumil Ikut “GEMULAI”
Septi menuturkan adik kesayangannya itu berkebutuhan khusus inklusi sejak kecil. Menurut dia, penyakit yang diderita adiknya diketahui sejak tahun 2022. Saat itu, Okta sedang mencoba seragam sekolah. Lalu merasa ada benjolan di bagian perut.
"Karena dia anak berkebutuhan khusus, dia bingung ketika saya tanya itu benjolan apa," katanya, Jumat pagi, 30 Agustus 2024.
Mengetahul hal itu, Septi membawa Okta ke Puskesmas setempat. Puskesmas memberikan rujukan ke Rumah Sakit Gatoel. Namun, karena alatnya kurang lengkap sehingga dirujuk ke RSPAL dr Ramelan, Surabaya.
Hasil pemeriksaan laboratoriaum di RSPAL tahun 2022 lalu menyatakan benjolan tersebut merupakan sejenis tumor. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi (USG) lebih dulu.
"Belum sempat kembali untuk USG, saya terkendala biaya transportasi. Waktu itu saya tidak mengetahui kalau ada armada buat kesana dari Puskesmas untuk rujukan," katanya.
BACA: Peduli Kesehatan Mental, Puskesmas Kedundung Mojokerto Andalkan “PANGERAN ADIPATI RADENAWA”
Belum sempat kembali ke RSPAL untuk USG, kondisi Okta berangsur normal. Namun, sekitar bulan Maret 2024 tubuh Okta mulai terlihat kurus dan kesehatannya semakin menurun.
Juli lalu, Okta dibawa ke RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto, untuk mendapatkan perawatan medis. Dua hari setelah opname, kaki dan tangan Okta membengkak.
"Saya tanya ke dokter, kenapa dok kok bengkak? Dokter menyimpulkan karena penyakitnya sudah menjalar," ujarnya menirukan jawaban dokter.
Septi menyebut rumah sakit milik Pemkot Mojokerto itu hanya menangani nyeri dan pembengkakan yang dialami Okta. Untuk benjolan yang diklaim tumor masih belum ada penanganan.
“Saya waktu mengantar adik kontrol pertama tanya, apa tidak ada harapan sedikit saja. Tidak ada,” kata Septi menirukan jawaban dokter.
BACA: Ilmuwan Temukan Cara Hancurkan Sel-Sel Kanker dalam Darah
Akibat penyakit yang diderita, Okta terpaksa putus sekolah sejak tahun 2023. Selain menderita tumor, Septi mengatakan tidak ada biaya untuk membiaya pendidikan sang adik.
Penghasilannya sebagai penjaga kios minuman di Sky Walk terbilang pas-pasan. Hanya Rp35 ribu per hari. Sementara kebutuhan harian Okta seperti popok sangatlah memberatkan dirinya yang kini jadi tulang punggung keluarga.
"Saya yang meminta adik saya untuk berhenti sekolah karena penyakit yang dideritanya. Selain itu saya tidak ada biaya. Jadi saya manfaatkan KIS," kataanya.
Janda dua anak ini berharap pemerintah hadir menemani dirinya agar sang adik bisa mendapat pengobatan meski dalam kondisi kekurangan.
"Harapan dikit mintanya dikawal sampai dapat penanganan di Surabaya. Bisa sembuh dikit saja, bisa aktivitas lagi. Biar enggak bad rest terus," katanya.