Logo

Begini Warga Suku Tengger Rayakan Karo

Reporter:,Editor:

Senin, 16 September 2019 15:58 UTC

Begini Warga Suku Tengger Rayakan Karo

SIMBOL AWAL MANUSIA. Iring-iringan pengantin dalam perayaan Hari Raya Karo 1941 Tahun Saka, Senin 16 September 2019. Foto: IST.

JATIMNET.COM, Probolinggo – Warga suku Tengger yang meliputi Desa Ngadisari, Jetak dan Wonotoro Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo merayakan Yadnya Karo 1941 Tahun Saka, Senin 16 September 2019.

Dalam perayaan ini mengahadirkan dua rombongan yang diiringi arak-arakan kelontongan atau jimat suci. Arak-arakan ini dilakukan warga Desa Ngadisari dan Jetak, yang diiringi suara gamelan. Kedua rombongan kemudian bertemu layaknya iring-iringan sepasang pengantin pria dan wanita.

Uniknya dalam iring-iringan ini, mempelai wanita diperankan seorang pria, yakni diperankan Kepala Desa Ngadisari. Sedangkan Kades Jetak sebagai pengantin laki-laki, dan bertindak sebagai saksi adalah Kades Wonotoro.

BACA JUGA: Tujuh Dukun Tengger Disahkan Saat Yadnya Kasada di Bromo

Setelah temu pengantin, keduanya menuju balai Desa Jetak. Di dalam balai desa, perayaan dilanjutkan dengan tarian sodoran. Ritual suci ini mengisahkan pertemuan pria dan perempuan. Pertemuan ini melambangkan cikal bakal kehidupan di alam semesta.

Di akhir acara, para wanita warga Tengger menyuguhkan makanan kepada kaum pria, yang mengikuti acara. Selanjutnya, seluruh warga Tengger berbaur mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, untuk menyantap makanan.

Tokoh adat Suku Tengger, Supoyo menyebutkan, Karo merupakan nama kalender Tengger bulan kedua. Karo melambangkan asal mula kelahiran manusia yang diciptakan Sang Hyang Widiwasa, melalui perkawinan laki-laki dan perempuan.

“Tari sodoran dalam Hari Karo bermakna pertemuan dua manusia. Di mana perwujudannya adalah leluhur suku Tengger, yakni sosok Joko Seger dan Roro Anteng,” kata Supoyo.

BACA JUGA: Sucikan Diri Jelang Kasada, Warga Suku Tengger Gelar Melasti

Dijelaskan Supoyo, pelajaran yang bisa diambil dari tari sodoran, meski berlawanan jenis manusia bisa hidup rukun dan saling bertanggung jawab, menjaga keutuhan rumah tangga.

Sementara Bupati Probolinggo, Puput Tantrianasari yang turut hadir dalam perayaan ini mengatakan, Hari Raya Karo merupakan adat khas Suku Tengger yang perlu dilestarikan dan dijaga.

“Budaya warga Tengger harus terus dilestarikan, karena merupakan simbol toleransi antar umat beragama,” ungkapnya.