Minggu, 23 September 2018 06:45 UTC
Ilustrasi pengobatan gigi. FOTO: DOK.
JATIMNET.COM, Surabaya – Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur menilai peraturan baru yang diterapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan mempersulit warga. Di dalam aturan baru mengenai rujukan berobat, pasien harus melalui rumah sakit tipe D sebelum ke tipe C, B dan A.
“Saya menduga akan timbul antrean di berbagai tempat pelayanan kesehatan,” kata Ketua Persi Jatim Dodo Anondo, Antara, Minggu 23 September 2018.
Sebelumnya Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Tahun 2018 menyatakan bahwa rujukan berobat harus melalui rumah sakit tipe D sebelum ke tipe C, B dan A. Padahal sebelumnya masyarakat bisa memilih rumah sakit rujukan yang dekat dengan tempat tinggalnya.
“Mekanisme baru ini membuat pasien harus menempuh rujukan yang panjang. Ini seperti layanan kesehatan model shopping,” sambungnya.
Dodo mencontohkan, pasien yang tinggal di Jalan Klampis Surabaya. Kalau menganut mekanisme baru, pasien itu tidak bisa dirujuk ke RS Haji yang dekat rumahnya. Pasien terlebih dahulu ke rumah sakit tipe D yang belum tentu jaraknya dekat dengan rumah.
Kalaupun dirujuk ke RS Haji oleh rumah sakit yang tipenya lebih rendah, maka pasien kembali menjalani pemeriksaan medis mulai dari awal. Sebab rumah sakit rujukan ini tidak mempunyai rekam medis pasien.
Mekanisme baru ini tidak hanya berdampak kepada pasien peserta BPJS Kesehatan, tetapi juga terhadap rumah sakit. “Pasien di rumah sakit tipe D dan C akan membludak, sedangkan di tipe B akan semakin berkurang pasiennya,” ujarnya.
Situasi seperti ini dikhawatirkan pihak distributor akan mengunci pasokan obat. Dampak lainnya bisa berpengaruh pada operasional serta obat akan banyak yang terbuang.
Dodo menyayangkan aturan baru BPJS Kesehatan yang diberlakukan dengan cepat tanpa sosialisasi dan simulasi. Dodo menambahkan bahwa Persi meyerahkan persoalan ini ke Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan di daerah untuk mencari solusi.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rahmanita sebelumnya meminta Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan meninjau ulang mekanisme pelayanan kesehatan berupa rujuk berobat karena dinilai membebani masyarakat dan rumah sakit.
“Peraturan baru ini berimbas kepada pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit, termasuk di Kota Surabaya,” katanya.
Menurut dia, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Kesehatan dan Direktur Utama BPJS agar meninjau ulang mekanisme pelayanan rujuk berobat.
Di Surabaya sendiri jumlah rumah sakit tipe D hanya sembilan rumah sakit, tipe C terdapat 10 rumah sakit, tipe B 11 rumah sakit dan tipe A ada dua rumah sakit, yakni Rumah sakit Dr. Soetomo dan RSAL.
Ia menjelaskan setiap hari jumlah pasien yang berobat di puskesmas sekitar 100-400. Jika dirata-rata tiap hari, ada 200 pasien yang berobat di 63 puskesmas yang ada di Kota Pahlawan ini.
“Artinya ada sekitar 12 ribu hingga 24 ribu pasien yang membutuhkan pelayanan di fasilitas kesehatan di tingkat satu,” pungkasnya.