Logo

Angka Buta Huruf di Bangkalan Masih 71 Ribu Orang

Reporter:

Selasa, 06 November 2018 01:01 UTC

Angka Buta Huruf di Bangkalan Masih 71 Ribu Orang

Ilustrasi.

JATIMNET.COM, Bangkalan - Angka buta huruf di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur saat ini masih tinggi, yakni sekitar 71 ribu orang lebih.

Kepala Bidang Pendidikan Anak Usia Dini (Kabid PAUD) dan Pendidikan Non-formal (PNF) Dinas Pendidikan (Disdik) Bangkalan Jufri Kora mengatakan, meski tinggi, jika dibanding jumlah buta huruf tahun sebelumnya tergolong rendah," katanya di Bangkalan, Senin.

Ia menjelaskan, berdasarkan data Disdik Pemkab Bangkalan, pada 2015 jumlah warga buta huruf di kabupaten paling barat di Pulau Madura itu, sebanyak 80.617 orang, dan pada 2016 menurun menjadi 76.517 orang.

Sementara, pada 2017, jumlah warga buta huruf di Bangkalan ini menjadi 74.217 orang, atau berkurang sebanyak 2.300 orang.

"Pada 2018 ini jumlah warga Bangkalan yang belum bisa membaca dan menulis, tinggal sekitar 71 ribu orang saja," katanya.

Namun demikian, sambung Jufri, angka itu masing tergolong tinggi karena di era informasi seperti sekarang ini seharusnya sudah tidak ada warga yang buta huruf.

"Disdik harus menganggarkan untuk program pengentasan buta aksara itu. Karena kalau hanya bergantung pada bantuan anggaran dari Pemerintah pusat, dalam 10 tahun kedepan pengentasan buta aksara tidak akan selesai," kata Jufri.

Secara terpisah Wakil Bupati Bangkalan Mohni menyatakan, pemkab memang perlu menyediakan dana pendamping untuk mempercepat program pemberantasan buta huruf itu.

Ia mengatakan, pihaknya akan mendorong Disdik Bangkalan untuk membuat kebijakan atau program yang bekerja sama dengan para guru untuk menekan angka buta aksara di Bangkalan.

"Kami ingin dalam 5 tahun ini pengentasan buta aksara bisa selesai. Kalau bisa tidak sampai 5 tahun ini bisa selesai," katanya.

Wabup mengatakan, yang menyebabkan Kabupaten Bangkalan berstatus sebagai kabupaten tertinggal salah satunya karena masih banyak warga Bangkalan yang belum bisa membaca dan menulis.

"Salah satu indikatornya adalah pendidikan, selain kemiskinan. Dan biasanya itu selalu pararel antara tingkat pendidikan dengan kemiskinan," ujarnya. (ant)