Logo

AMP Sayangkan Tindakan Ormas dan Polisi

Reporter:,Editor:

Senin, 03 December 2018 10:37 UTC

AMP Sayangkan Tindakan Ormas dan Polisi

Salah satu anggota AMP, Lince Tegege memberikan keterangan di Kantor Kontras Surabaya, Senin 3 Desember 2018. Foto : M Khaesar Januar Utomo

JATIMNET.COM, Surabaya – Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyayangkan tindakan polisi dan organisasi masyarakat (Ormas) dalam aksi yang dilakukan 1 Desember di Surabaya.  Kuasa hukum AMP Veronica Koman menyatakan, tindakan polisi yang mengamankan seolah mencegah aksi yang dilakukan mahasiswa. 

“Tak hanya serangan fisik, namun ada serangan rasisme dalam aksi pemulangan mahasiswa Papua tersebut,” kata Veronica Koman saat menggelar jumpa pers di Kantor KontraS Surabaya, Senin 3 Desember 2018.

Veronica menambahkan, dalam pemulangan mahasiswa Papua itu ada aksi rasisme yang terjadi. Selain itu aksi tepuk tangan saat bus berjalan yang mengangkut mahasiswa Papua terjadi di lokasi. "Kami sangat menyayangkan kasus ini terjadi di Surabaya, yang memang tidak hanya di sini tapi di kota lainnya juga," ucapnya.

BACA JUGA: Kronologi Aksi Mahasiswa Papua di Surabaya

Menurutnya, semua mahasiswa Papua juga warga negara Indonesia namun mendapatkan perlakukan yang tidak manusiawi. Saat mahasiswa Papua berada di terminal Purabaya Bungurasih tetap dikawal ketat oleh anggota Polisi. "Ini mereka merasa tersinggung dengan ketatnya aksi dari kepolisian yang memang cukup banyak anggota yang mengawal itu semua," jelasnya.

Veronica menyangkan jika ada dua mahasiswa non Papua yang diamankan oleh kepolisian Polrestabes Surabaya. Lantaran dua mahasiswa itu dibawa ke gedung Satreskrim Polrestabes Surabaya. "Mereka itu bukan penjahat, dan seakan polisi tidak percaya dengan kami, terlebih saya sebagai kuasa hukum dari AMP," jelasnya.

Saat disinggung kenapa memilih Surabaya menjadi Kota yang digunakan untuk berdemo salah satu anggota AMP, Lince Tegege mengatakan pilihan Kota Surabaya di pilih lantaran sesuai dengan kesepakatan semua anggota. "Selain itu AMP Surabaya yang paling siap dalam mengadakan aksi demo tersebut," jelasnya.

Lince berharap Ormas maupun Kepolisian memberikan ruang bagi AMP untuk menyuarakan pendapat mereka di depan publik. "Kita semua bersaudara, jadi biarkan kami menyuarakan aspirasi kami," jelas Lince.

BACA JUGA: Asrama Mahasiswa Papua Dikepung Ormas

Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mengecam keras atas terjadinya intimidasi hingga berujung pada penyerangan dan pembubaran paksa terhadap kegiatan aksi peringatan 57 Tahun Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat dengan tema “Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua sebagai Solusi yang Paling Demokratis”.

Aksi menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang merupakan hak konstitusional setiap warga Negara Republik Indonesia, tanpa terkecuali mahasiswa Papua, yang wajib dilindungi oleh negara khusunya kepolisian sebagai aparat keamanan.

“Kepolisian wajib memberikan perlindungan kepada mahasiswa Papua dari segala ancaman kekerasan yang sering mereka alami dan menghentikan segala bentuk tindakan persekusi yang bertentangan dengan hukum dan HAM,” Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya kata Fatkhul Khoir dalam rilisnya.