Logo

Alim, Si Kidal Peraih Emas Badminton Ganda Putri Paralimpiade Tokyo 2020

Minta Sang Ibu Berpuasa Setiap Ikut Kompetisi
Reporter:,Editor:

Senin, 06 September 2021 00:20 UTC

Alim, Si Kidal Peraih Emas Badminton Ganda Putri Paralimpiade Tokyo 2020

KOLEKSI MEDALI. Maslukah menunjukkan foto Alim bersama Presiden Jokowi dan medali yang diraihnya selama ini, Minggu, 5 September 2021. Foto: Karina Norhadini

JATIMNET.COM, Mojokerto – Kabupaten Mojokerto patut berbangga karena salah satu warganya meraih medali emas dalam final badminton ganda putri Paralimpiade Tokyo 2020, Sabtu, 4 September 2021.

Di balik kekurangan fisiknya sejak lahir, Khalimatus Sadiyah, 22 tahun, warga Dusun Kecubuk, Desa Banjartanggul, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto itu bisa berprestasi internasional.

Perempuan yang akrab dipanggil Alim ini terlahir normal dengan berat badan 3,6 kilogram dan panjang badan 50 centimeter dari pasangan suami istri, Sukohandoko, 59 tahun dan Maslukah, 53 tahun, pada 17 September 1999.

Sederet prestasi dan medali di bidang bulu tangkis diraihnya. Bahkan, ia sempat dipanggil Presiden Joko Widodo pada tahun 2017 ke Istana Kepresidenan, Jakarta, setelah mendapat emas bulu tangkis ganda putri Asian Paragames 2017. Foto bersama presiden masih terpasang di dinding warung makan sederhana yang dikelola Maslukah.

BACA JUGA: Gubernur Khofifah Bangga Prestasi Atlet Jatim

Maslukah mengatakan sejak kelas V SD, Alim sudah bergelut dengan bulu tangkis. Melihat bakat yang dimilikinya, Alim didaftarkan ke sekolah olahraga di Bendo Sport, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto.

Kekurangan fisik yang dialaminya tak menghalangi Alim menekuni bulu tangkis. Tubuh sebelah kanannya memang tak berfungsi optimal karena kekurangan zat kapur sejak dari dalam kandungan. Kekurangan ini baru diketahui orang tuanya pada saat usianya satu tahun.

Alim yang dikenal tomboy ini memilih bersepeda setiap kali latihan ke Bendo Sport selama dua tahun ketika masih bersekolah di MI Sabilul Muttaqin, tak jauh dari warung makan ibunya.

"Naik sepeda ontel dari kelas V SD ke Bendo Sport, Bangsal, Mojosari, itu seminggu tiga kali. Pertama diantar, tapi habis itu minta berangkat sendiri," kata Maslukah, Minggu, 5 September 2021.

Berkat dukungan ibu dan dua kakaknya, Eko Wahyuwanto dan Dwi Sudarmanto, si bungsu Alim akhirnya diantar dan dijemput selama berlatih ketika memasuki jenjang SMP. Eko dan Dwi kebetulan juga suka olahraga namun sepakbola.

Saat itu Alim diminta masuk pelatnas Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) oleh Disparpora Jawa Timur pada 2013 dan harus berlatih setiap hari.

"Terus tahun 2013, sama Pak Rukan Disparpora Jatim di Surabaya diminta ikut pelatnas. Jadi latihannya setiap hari, bagian tubuh kanannya memang enggak sekuat yang bagian kiri. Makanya dia itu kidal, makan pakai tangan kiri, semua aktivitas pakai tangan kiri," kata Maslukah.

Atlet nasional paralympic ini akhirnya bisa membanggakan keluarga terutama sang ibu yang berjuang sejak Alim berusia dua tahun untuk menghidupi keluarga seorang diri setelah berpisah dengan suaminya. Maslukah hingga kini masih berjualan nasi di Jalan Dusun Madyopuro, Desa Kalipuro, Kecamatan Pungging.

BACA JUGA: Sepeda BMX yang Dipakai Atlet Dunia di Olimpiade Tokyo 2020 Diproduksi di Gresik

Maslukah mengatakan setiap kali ikut kompetisi, Alim selalu memintanya berpuasa dan mendoakannya. Begitu juga saat Alim berangkat mengikuti Paralimpiade Tokyo 2020 pada 24 Agustus 2021.

"Pasti minta saya puasa kalau setiap kali ikut kompetisi. Yang Tokyo ini juga, WA saya. Bu, saya mau ikut kompetisi ke Tokyo, ibu bantuin saya sama puasa ya, mintanya Alim gitu. Jadi, ibu puasa satu minggu sebelum dia bertanding," ucapnya berlinang air mata.

Di ajang internasional, Alim pertama kali meraih medali perak badminton ganda putri dalam Asian Paragames 2014. Disusul setiap tahunnya selalu menyabet emas ganda putri sejak tahun 2015 sampai 2018 di Asian Paragames.

Yang terbaru, ia bersama tandemnya, Leani Ratri Oktila, meraih medali emas ganda putri Paralimpiade Tokyo 2020 dengan klasifikasi WD SL3-SU5.

Klasifikasi SL3 adalah klasifikasi atlet dengan gangguan berjalan atau tidak seimbang. Sedangkan, klasifikasi SU5 untuk atlet dengan keterbatasan bagian tubuh atas seperti salah satu bagian tubuh tidak bisa digunakan secara normal.

Melihat Alim meraih emas di Paralimpiade Tokyo 2020, keluarganya menangis terharu saat melihat aksi Alim melalui handphone. 

"Cuman bisa lihat lewat HP, soalnyakan enggak ditayangin di TV. Jadi, semua warga desa tahu Alim menang, semua bikin status dia. Pastinya saya bangga atas semua kesuksesannya. Semua sudah dia dapat," ucap Maslukah.

BACA JUGA: Guru asal Surabaya Jadi Wasit Badminton Olimpiade Tokyo 2020

Maslukah berharap Alim bisa pulang ke rumah karena sejak lebaran belum bertemu dengan keluarga.

"Saya kangen sekali, biasanya pulang satu bulan sekali. Tapi karena pembatasan, dari lebaran sampai sekarang belum ketemu. Sukanya kalau pulang cuman minta dibuatkan penyetan mujahir. Kalau enggak, ya botok bandeng," ucapnya.

Sejak 2014, Alim sudah mengoleksi sekitar 60 medali. Atas prestasinya, Alim sudah menjadi ASN di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Hadiah uang selama ini ia tabung dan sudah bisa membangunkan rumah untuk ibunya. Bahkan, warung nasi ibunya yang dulu dari ayaman bambu, kini sudah berdiri kokoh dengan cor semen dan beton. Alim juga sudah memiliki mobil dan motor.

"Alhamdulillah membangunkan rumah untuk saya, tanah warung yang sekarang juga dibeli Alim. Dibangunkan beton sama dia," ucapnya.