Selasa, 27 August 2019 09:57 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Pengamat Regulasi Internet Universitas Airlangga, Titik Puji Rahayu menyatakan pembatasan akses internet di Papua oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika belum memiliki prosedur yang jelas.
Menurutnya, regulasi internet di Indonesia saat ini belum ideal. Dalam kajian akademis, kontrol terhadap internet idealnya dilakukan secara berlapis atau dikenal dengan layered regulatory models yakni kontrol terhadap internet dilakukan pada lapisan di mana memang riil timbul permasalahan.
"Bila masalah itu terjadi pada lapisan konten, maka yang ditindak adalah pembuat atau pengunggah kontennya bukan pada penyelenggara jasa infrastrukur internet atau operator jaringannya,” ungkap Titik ditemui di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair, Selasa 27 Agustus 2019.
BACA JUGA: Safenet Desak Pemerintah Hentikan Pelambatan Akses Internet di Papua
Titik menjabarkan, model regulasi berlapis pada dasarnya mengikuti empat lapisan mendasar yang menyusun arsitektur Internet, yaitu lapisan infrastruktur, jaringan, aplikasi, dan konten.
"Karenanya, untuk mengatur layanan berbasis Internet diperlukan regulasi untuk mengontrol penyelenggara infrastruktur internet, jaringan Internet, penyedia aplikasi berbasis Internet, dan pembuat konten," paparnya.
Sayangnya, kebijakan yang seringkali diambil bersifat lintas lapisan. “Masalahnya di konten, namun yang diputus akses internet melalui infrastruktur atau networknya, di sini tidak ideal,” ungkap pengajar media dan komunikasi tersebut.
BACA JUGA: AJI Sebut Throttling Kemkominfo di Papua Langgar UUD 1945
Secara khusus, mengenai pembatasan akses internet di Papua, ia menjabarkan bahwa tindakan pemerintah sudah memiliki dasar hukum, sebagaimana telah diatur pada Pasal 40 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Namun yang perlu lebih jauh dikritisi adalah standar operasional prosedur dalam proses pembatasan akses internet tersebut. Karena hal ini belum diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
“Harus ada ketentuan perundang-undangan, SOP harus dibuat lebih detail, antara lain badan regulasi apa saja yang harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, berapa lama pembatasannya, mekanismenya bagaimana, hal ini sangat perlu diatur,” tegasnya.
BACA JUGA: Terbatas di Dunia Tanpa Batas
Akibatnya, kepastian mengenai kapan dicabutnya pembatasan internet di Papua belum jelas.
“Hal ini krusial karena menyangkut freedom of speech. Bahwa masyarakat Papua memiliki hak menyampaikan informasi ke dunia luar, begitu pula mendapatkan informasi, dari dunia luar,” tuturnya.
Sebelumnya, pembatasan internet di Papua diberlakukan sejak Senin 19 Agustus 2019 menyusul kerusuhan yang terjadi.
Kebijakan tersebut ditentang oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil. Koalisi menuntut kejelasan mengenai pembatasan akses internet di Papua yang belum dibuka, dasar hukum dengan alasan ketertiban umum, dan ketiadaan SOP dalam praktik pembatasan akses informasi tersebut.
