Senin, 04 February 2019 10:44 UTC
Foto Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan akan serius dalam penanganan dan penyelesaian pengaduan pelanggan financial technology (Fintech) melalui pendanaan daring.
“Jika ada pengaduan yang melibatkan anggota asosiasi, akan kami selesaikan. Namun untuk pengaduan yang di luar anggota atau perusahaan Fintech pendanaan online tidak terdaftar, seharusnya diselesaikan di Bareskrim atau Cyber Crime Polri,” kata Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko, Senin 4 Februari 2019.
Dia juga menambahkan bahwa AFPI memandang perlindungan konsumen Fintech pendanaan daring sebagai hal yang sangat serius. Sehingga perlu mendapat informasi secara langsung dari pihak-pihak terkait secara lugas dan transparan.
BACA JUGA: Mulai 2019 Semua Perusahaan Fintech Harus Terdaftar Di OJK
Dengan demikian asosiasi dapat mengambil tindakan administratif secara tegas, apabila terbukti telah terjadi pelanggaran.
AFPI telah membentuk komite etik yang akan mengawasi pelaksanaan kode etik operasional atau code of conduct (CoC) Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau dikenal sebagai pendanaan daring.
Hal tersebut akan melindungi konsumen, di antaranya larangan mengakses kontak, dan penetapan biaya pinjaman maksimal pinjaman. Dalam kode etik tersebut, AFPI menetapkan total biaya pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8 persen per hari dengan penagihan maksimal 90 hari.
“Keberadaan komite etik dan langkah-langkah perlindungan ini sekaligus menegaskan komitmen pelaku usaha dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggung jawab guna melindungi nasabah maupun penyelenggara,” ujar Sunu.
BACA JUGA: Kehadiran Fintech Belum Dongkrak Perekonomian
Dia menjelaskan munculnya peraturan tersebut menjadi bukti bahwa para pelaku usaha Fintech P2P Lending ingin membangun industri dalam negeri lebih baik ke depannya.
Sejauh ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menghentikan kegiatan sejumlah 404 perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau Fintech berbasis Peer to Peer Lending ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat.
Sebanyak 404 tekfin berbasis pembiayaan ilegal tersebut merupakan jumlah yang tercatat sejak Desember 2016 hingga Oktober 2018.
